KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag) RI, berinisial IWW ditetapkan sebagai tersangka kasus penyelewengan minyak goreng.
Selain itu, Kejagung menetapkan 3 tersangka lainnya. Jadi totalnya ada 4 tersangka yang ditetapkan Kejagung dalam kasus minyak goreng ini.
“Tersangka ditetapkan empat orang. Yang pertama pejabat eselon I pada Kementerian Perdagangan bernama IWW, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan,” ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin, Selasa (19/4/2022) Kemarin.
Adapun 3 tersangka lainnya, yaitu Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT; Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA; dan General Manager di PT Musim Mas berinisial PT sebagai tersangka.
Kejagung menyebut ketiganya adalah dari pihak perusahaan telah secara intens berusaha mendekati IWW agar mengantongi izin ekspor CPO.
“Perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara atau mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat,” cetus Burhanuddin.
Diketahui sebelumnya, penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 4 April 2022.
Jaksa melakukan penyelidikan sejak 14 Maret 2022, dan telah memeriksa 14 saksi dan dokumen surat terkait pemberian fasilitas ekspor.
Burhanuddin membeberkan bahwa awalnya pada akhir 2021, terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasar.
Sehingga membuat pemerintah melalui Kemendag mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO atau domestic market obligation, dan DPO atau domestic price obligation bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya.
Bahkan Kemendag pun sempt menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit.
“Dalam pelaksanaannya, perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO, namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah,” pungkas Burhanuddin. (Red./Annisa)
Discussion about this post