METROJABAR.ID- Pada tanggal 27 November 2024, semua kontestasi pilkada serentak di seluruh negara telah berakhir. Banyak daerah telah memilih pemimpin baru untuk menjabat selama lima tahun ke depan.
Di setiap kontestasi, ada euforia kemenangan, tetapi setiap pemimpin daerah harus menghadapi tugas berat selama lima tahun ke depan untuk memperbaiki ekonomi daerah.
- Kesejahteraan yang Terhimpit: Kemiskinan yang Mengancam
Keadaan kesejahteraan masyarakat Indonesia masih sangat menantang. Banyak wilayah masih menghadapi kemiskinan yang tak kunjung teratasi, kesenjangan sosial yang luas, dan ketidakadilan ekonomi, meskipun angka kemiskinan nasional menurun.
Pemimpin daerah yang baru dilantik harus menghadapi tantangan ini karena banyak penduduk mereka bergantung pada sektor informal yang rentan dan rentan terhadap krisis.
Tingkat kemiskinan di Indonesia, Pada Maret 2023, angka kemiskinan di Indonesia tercatat 9,36%, atau sekitar 26,36 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Namun, yang lebih mencemaskan adalah ketimpangan regional. Tingkat kemiskinan di provinsi seperti Papua dan NTT jauh lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi di Jawa. Pada 2022, Papua memiliki tingkat kemiskinan sebesar 27,53%, jauh di atas rata-rata nasional.
Menurut Laporan BPS 2023 tentang Kesenjangan Ekonomi Antar Daerah, Indeks Ketimpangan Pengeluaran (Gini Ratio) Indonesia pada tahun 2023 adalah 0,38.
Angka-angka ini masih menunjukkan perbedaan yang signifikan antara orang kaya dan miskin, meskipun ada penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Pemimpin daerah yang terpilih, sementara itu, harus berjuang untuk mengatasi perbedaan ini, yang kian memperburuk kualitas hidup di beberapa wilayah.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketergantungan pada Sektor Informal Hampir 60% orang Indonesia bekerja di sektor informal, tetapi kebijakan sering mengabaikan sektor ini. Lebih dari setengah dari karyawan sektor informal tidak memiliki jaminan sosial dan kesejahteraan yang memadai, menurut BPS 2023.
Kondisi ini memperburuk ketimpangan dan membuat banyak orang tidak bisa mendapatkan pendidikan, jaminan pensiun, atau layanan kesehatan yang layak.
- Tingkat tertinggi pengangguran: ketidakseimbangan antara jumlah pekerjaan dan jumlah pencari kerja
Selain masalah kesejahteraan yang tertinggal, tingginya tingkat pengangguran adalah masalah besar lainnya. Pemimpin daerah akan menghadapi masalah ekonomi struktural dan fakta bahwa banyak orang, terutama generasi muda, terjebak dalam lingkaran pengangguran jangka panjang.
Namun, keterampilan yang dimiliki oleh sebagian besar tenaga kerja di wilayah-wilayah ini seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan industri yang berkembang, yang membuat penyerapan tenaga kerja semakin sulit.
Tingkat Pengangguran Nasional, Pada Februari 2023, tingkat pengangguran terbuka tercatat 5,86%, yang berarti ada sekitar 8,3 juta orang yang tidak memiliki pekerjaan. Ini dilaporkan oleh BPS.
Angka-angka ini masih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, terutama dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya di Asia.
Di Indonesia, pengangguran tidak tersebar secara merata. Provinsi di luar Jawa, seperti Papua, NTT, dan Kalimantan Timur, memiliki tingkat pengangguran yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu kota dan wilayah industri.
Sebagai contoh, tingkat pengangguran terbuka di Papua sebesar 9,2% pada 2023, sedangkan di Jakarta hanya sekitar 4,5%. Mereka yang benar-benar tidak memiliki pekerjaan disebut pengangguran terbuka, tetapi ada juga pengangguran terselubung, yaitu mereka yang bekerja tetapi tidak mendapatkan pendapatan yang layak.
Menurut data BPS, sekitar lima belas hingga dua puluh persen pekerja di Indonesia bekerja di sektor non-formal dengan upah yang kurang dari standar kelayakan hidup.
Meskipun pendapatannya seringkali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, mereka tetap tergolong dalam kategori “bekerja”.
Generasi Muda dan Pengangguran: OECD menyatakan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia sangat tinggi di kalangan generasi muda, khususnya mereka yang berusia antara 15 dan 24 tahun.
Menurut BPS, tingkat pengangguran pada kelompok usia ini akan mencapai 20,5% pada tahun 2023. Hal ini menimbulkan kekhawatiran jangka panjang tentang stagnasi sosial yang dapat terjadi jika generasi muda tidak segera memiliki kesempatan kerja yang layak.
- Tantangan Kebijakan: solusi atau janji politik?
Sangat sulit bagi pemimpin daerah yang baru dipilih untuk menemukan solusi untuk masalah besar ini. Tidak hanya bergantung pada anggaran terbatas atau janji kampanye yang populer, pembangunan kesejahteraan dan penanggulangan pengangguran memerlukan pendekatan holistik.
Tidak hanya menciptakan lapangan pekerjaan, tetapi juga membangun lingkungan ekonomi yang dapat memastikan bahwa setiap orang, terutama generasi muda, memiliki peluang ekonomi yang setara. Indonesia, khususnya daerah-daerah yang tertinggal, akan terus terjebak dalam lingkaran kemiskinan jika mereka gagal menangani masalah ini dengan cepat dan tegas. (Red./Azay)
Discussion about this post