KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- BMKG Stasiun Geofisika Kelas 1 Bandung bicara terkait ancaman bencana gempa besar di wilayah Jawa Barat (Jabar) akibat aktivitas Sesar Lembang. Upaya mitigasi diperlukan untuk menekan risiko terburuk akibat dampak pergerakan sesar aktif tersebut yang sewaktu-waktu berpotensi memicu gempa yang berdampak merusak dan menelan korban jiwa.
BMKG Bandung juga telah melakukan survei peta bahaya gempa bumi yang bisa ditimbulkan akibat aktivitas Sesar Lembang. Termasuk terkait dampak dari aktivitas Sesar Lembang di sejumlah wilayah Jabar, BMKG juga sudah melakukan skenario potensi peta guncangan atau shake map skenario mengenai dampak dari sesar aktif tersebut.
Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Kota Bandung Virga Librian menjelaskan, dari hasil riset, potensi kekuatan gempa akibat aktivitas Sesar Lembang mencapai magnitudo 6,5 hingga 7 yang mana berdasarkan beberapa parameter, kekuatan tersebut masuk kategori gempa besar.
Berdasarkan potensi tersebut, lanjut dia, BMKG sudah membuat peta skenario guncangan dan hasilnya apabila gempa besar tersebut terjadi maka wilayah Bandung Raya berpotensi terdampak V-VIII MMI (Modified Mercally Intensity) sehingga bersifat merusak.
“Berdasarkan skenario hampir seluruh Jawa Barat, Banten, dan Jakarta akan terdampak (gempa Sesar Lembang). Bandung Raya terdampak V-VIII MMI antara lain Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, (bahkan sampai) Subang, Purwakarta akan terdampak signifikan dan merusak,” ujarnya.
Saat ini, sebut Virga, BMKG telah memiliki alat seismometer dan seismograf sebanyak 31 sensor di seluruh Jawa Barat. Khusus untuk memantau aktivitas Sesar Lembang, ucapnya, saat ini sudah ditambah 6 sensor lokal.
Selanjutnya terkait upaya meminimalkan dampak terburuk gempa bumi akibat Sesar Lembang, Virga menekankan perlunya literasi kebencanaan kepada masyarakat yang harus terus ditingkatkan dan dilakukan secara berkelanjutan.
Selain itu, diharapkan seluruh pihak melaksanakan kesiapansiagaan dengan melakukan mitigasi bencana struktural dan non struktural.
“Mitigasi struktural di antaranya membangun bangunan tahan gempa, terutama bangunan vital sekolah dan rumah sakit yang mampu menahan guncangan gempa,” paparnya.
Penyediaan, penambahan, dan perbaikan jalur-jalur evakuasi, imbuhnya, juga menjadi salah satu langkah tepat untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk akibat guncangan gempa hebat tersebut.
Upaya mitigasi bencana non struktural, ungkap dia, salah satunya dapat dilakukan melalui diskusi literasi kebencanaan untuk mengantisipasi potensi risiko dan langkah-langkah antisipasinya.
“Pemerintah juga perlu mengeluarkan Perda atau peraturan terkait tata ruang wilayah agar diatur sehingga pada saat kejadian bencana akan lebih tertata dengan baik,” sebut dia.
Menurut dia, dengan keberadaan Sesar Lembang yang membentang di sekitar Bandung Raya maka mitigasi harus bisa dilakukan oleh pemerintah daerah, termasuk masyarakat yang tinggal di Bandung.
“Diharapkan masyarakat itu lebih meningkatkan kesiapsiagaan, bukan malah panik, tetapi meningkatkan kesiapsiagaannya melalui langkah mitigasi sebelum dan sesudah gempa bumi,” katanya.
Virga menambahkan, masyarakat juga harus memperhatikan terhadap ketersediaan alat atau makanan yang bisa digunakan ketika gempa Sesar Lembang terjadi.
Misalnya dengan menyiapkan tas siaga bencana yang bisa digunakan kapan saja ketika suatu bencana menimpa.
“Di mana tas siaga bencana itu bukan untuk gempa bumi saja, tetapi bisa untuk bencana lainnya yang berisikan tentang buku atau dokumen penting, lalu pakaian ganti, makanan instan yang siap saji,” katanya.
Sementara itu, Peneliti Muda Pusat Riset Kebencanaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edi Hidayat memaparkan, literasi kebencanaan masyarakat harus diperkuat. Terlebih di era disrupsi informasi seperti sekarang ini banyak sekali disinformasi maupun berita bohong yang beredar di tengah masyarakat dan menimbulkan keresahan juga kepanikan.
Maka dari itu, menurut dia, membangun literasi kebencanaan yang kuat membutuhkan sinergi dan kerja sama pentaheliks, yaitu pelibatan pemerintah, pakar atau akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media massa.
“Memang Sesar Lembang itu aktif. Tetapi yang harus diwaspadai, bagaimana kita tahu informasi yang benar. Karena di media sosial itu sering kita melihat membaca. Masyarakat harus mencari informasi dan sumber yang jelas terkait dengan potensi Sesar Lembang itu sehingga tidak gampang terkecoh berita tidak benar,” ujar Edi.
Setelah mencari informasi yang benar, katanya, lakukan hal antisipasi dari yang hal terkecil dan lingkungan terdekat seperti rumah dan lingkungan RT.
“Kalau di tempat seperti perkantoran apakah sudah safety nih alat-alat yang ditempel di dinding misalnya. Atau menyiapkan tas saat darurat berisi obat-obatan dan barang berharga lainnya,” ungkapnya.
Keberadaan Sesar Lembang beserta ancaman yang berpotensi terjadi dari aktivitas sesar aktif tersebut, menurut dia, juga sudah seharusnya mendorong pemerintah daerah menyiapkan infrastruktur yang bisa digunakan masyarakat untuk meminimalisasi dampak dan korban gempa.
“Artinya ada infrastruktur yang mungkin bisa dibikin sederhana, tetapi dia kokoh. Tempat tidurnya diperkokoh, atau meja makannya diperkokoh. Itu saja yang bisa dilakukan oleh masyarakat langsung tanpa ada misalkan dana dari pemerintah,” beber Edy. (Red./Annisa)
Discussion about this post