KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Angka pernikahan dini di Kota Bandung masih cukup tinggi. Salah pergaulan menjadi salah satu penyebab pasangan muda melakukan pernikahan dini.
Hal tersebut dijelaskan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, Uum Sumiati. Ia menyebut, meskipun terjadi penurunan kasus pernikahan dini, namun angkanya masih lebih dari 100 kasus.
“Tahun kemarin ada 143 kasus ya, dikoordinasi dengan pengadilan agama. Pada tahun 2021 itu angkanya 193 kasus, kemudian tahun 2022 143 kasus, sekarang tahun ini 138 kasus pernikahan dini,” ujarnya.
Uum menyebut alasannya beragam. Namun motif terbanyak menurut Uum, yakni adanya efek salah pergaulan. Dalam Data Dispensasi Perkawinan Pengadilan Agama Bandung Kelas IA, mayoritas pernikahan dini, yakni berumur 17-18 tahun.
“Kalau di kita itu bukan karena budaya begitu ya pernikahan dini itu. Tapi kebanyakan memang efek dari pergaulan yang salah di anak-anak pelajar ini,” tutur Uum.
Daerah asalnya pun beragam dan alasan mendominasi dari pernikahan dini itu yakni menghindari zina. Uum menjelaskan, kini pihaknya berusaha melakukan sosialisasi pada murid-murid sekolah dengan berbagai cara. Salah satunya Sekolah Remaja Pra Nikah atau Seruni.
“Ada Seruni, sekolah remaja pra nikah gitu. Nah itu di dalamnya itu kita rutin memberikan edukasi. Kerjasama cross-settingnya memang banyak ya, dengan Kemenag, Pengadilan Agama, level perangkat daerah dengan BPPKB dan Dinkes juga,” ujarnya.
Uum menyebut bahwa dalam praktek sosialisasinya, bukan sekedar memberikan pengetahuan untuk menghindari hubungan seksual sebelum pernikahan. Namun, juga memberikan pendampingan dan pengertian mengenai kesiapan tubuh perempuan saat mengandung di bawah umur dan beragam resiko kehamilan muda lainnya.
“Salah satu sumbangsihnya di antaranya adalah jadi resiko stunting ya. Bagi anak-anak yang melakukan perkawinan belum menginjak usia 19 tahun seperti itu. Maka ada banyak pendampingan dan edukasi yang kita berikan,” lanjut Uum.
Selain itu, bukan hanya edukasi kepada anak-anak yang duduk di bangku SMP-SMA. Uum juga menegaskan pihaknya menyasar edukasi ke tingkat keluarga melalui program Puspaga.
“Kita untuk edukasi keluarga itu ada sekolah keluarga, sekolah ayah, sekolah remaja pra nikah, yang salah satu di dalamnya mengedukasi masyarakat terkait bagaimana agar tidak terjadi pernikahan pada usia anak. Sehingga keluarga pun juga harus tahu bagaimana cara penanganan atau mendampingi anak agar tidak menikah di usia yang masih terlalu muda,” ucap Umi. (Red./Annisa)
Discussion about this post