KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mewanti-wanti fenomena iklim El Nino yang dampaknya bakal terasa di Jawa Barat. Khusus untuk Bandung Raya, El Nino bakal membuat periode musim kemarau terjadi lebih panjang.
Kepala BMKG Stasiun Geofisika Bandung Teguh Rahayu mengatakan, BMKG telah mengamati pergerakan El Nino di Samudra Pasifik dan diprediksi fenomena iklim ini bisa terjadi lebih dari 60% di wilayah Kontinen Maritim pada semester kedua tahun 2023.
“Apabila El Nino ini terjadi maka wilayah Jawa Barat akan termasuk pada wilayah yang terdampak El Nino di Indonesia, begitu juga dengan wilayah Bandung Raya,” kata Rahayu dalam, Senin (22/5/2023) Kemarin.
Rahayu menuturkan BMKG Bandung memantau terjadinya penurunan jumlah curah hujan dasarian di beberapa pos pengamatan. Salah satunya di Jalan Cemara, Kota Bandung.
Di wilayah ini, curah hujan pada Mei dasarian I berjumlah 220 mm dan pada Mei dasarian II berjumlah 65 mm. Hal ini berlaku juga pada curah hujan di wilayah Lembang. Pada Mei dasarian I curah hujan berjumlah 156 mm, sedangkan pada dasarian II berjumlah 8 mm.
“Sebagai referensi, pada puncak musim hujan Kota Bandung di bulan Juli dan Agustus, nilai curah hujan klimatologis adalah 73 mm dan 54 mm berturut-turut. Hal ini membuktikan bahwa hujan tetap terjadi bahkan pada puncak musim kemarau sekalipun,” jelasnya.
Untuk wilayah Selatan Jawa Barat, musim kemarau bakal masuk di pertengahan Juni. Sedangkan wilayah Utara Jawa Barat sudah masuk musim kemarau sejak April dasarian II.
“Perlu diketahui bahwa di Jawa Barat masih ada wilayah berupa non ZOM, seperti Bogor bagian barat daya dan tengah, sebagian besar Kota Bogor, dan sebagian kecil Sukabumi bagian utara. Daerah-daerah tersebut mempunyai karakteristik hujan sepanjang tahun,” paparnya.
Rahayu mengungkapkan, berdasarkan jurnal ilmiah internasional yang dibuat oleh pakar-pakar di BMKG, diketahui bahwa ada dua dampak El Nino terhadap musim kemarau di Indonesia secara garis besar, yakni secara temporal dan volume.
“Secara temporal, El Nino akan membuat musim kemarau berpeluang lebih lama terjadi di wilayah Bandung Raya. Secara volume, atau jumlah curah hujan, akan membuat musim kemarau menjadi lebih kering dibandingkan kondisi klimatologisnya,” jelas Rahayu.
Namun dia memastikan, kemarau lebih panjang itu bukan berarti terjadi panas ekstrim seperti peristiwa heatwave yang belakangan terjadi di beberapa negara. Sebab Indonesia tidak termasuk negara yang mengalami hal tersebut.
“Adapun informasi yang dikeluarkan oleh BMKG adalah informasi terkait dengan ultraviolet. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan kejadian panas ekstrim di Indonesia karena tidak akan terjadi,” ujarnya.
“Yang perlu dipahami adalah, pada musim kemarau tutupan awan akan lebih sedikit dibandingkan dengan musim hujan dan masa peralihan sehingga sinar matahari akan lebih banyak mencapai permukaan bumi yang menyebabkan cuaca terasa panas terik, namun suhu nya tidak mencapai kategori esktrim,” tutup Rahayu. (Red./Annisa)
Discussion about this post