KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Komisi C DPRD Kota Bandung menggelar rapat kerja dengan agenda pembahasan rencana induk persampahan bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) dan Bagian Hukum Pemkot Bandung, secara virtual, Kamis (8/7/2021).
Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi C DPRD Kota Bandung, Yudi Cahyadi, SP, Wakil Ketua, Drs. Riana, serta para anggota komisi, yaitu Folmer Siswanto M. Silalahi, ST, Iman Lestariyono, S.Si, dan Hj. Nenden Sukaesih, SE.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Komisi C DPRD Kota Bandung, Yudi Cahyadi mendorong agar program pengelolaan sampah yang telah dimiliki Pemkot Bandung selama ini, yaitu Kang Pisman harus terus dioptimalkan dan digencarkan di tengah masyarakat.
Selain sebagai upaya penanganan sampah langsung dari sumber, Kang Pisman juga mengedukasi masyarakat untuk dapat terbiasa memilih dan memilah sampah rumah tangga sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir.
“Sejauh ini program Kang Pisman yang digagas oleh Pemkot Bandung kami nilai memiliki dampak positif bagi masyarakat, khususnya dalam hal pengelolaan sampah langsung dari sumbernya. Maka dari itu, kami meminta program tersebut untuk lebih dimasifkan lagi sosialisasi dan edukasinya kepada masyarakat,” ujarnya.
Rapat itu juga membahas rencana pengelolaan sampah di Kota Bandung melalui strategi pencapaian target pengurangan sampah ke TPPAS Regional Legoknangka, sebagai solusi dari berakhirnya kerja sama Pemkot Bandung dengan TPA Sarimukti.
Yudi menuturkan, diperlukan pengkajian lebih dalam, terutama perihal teknis dan kemampuan yang dimiliki Pemkot Bandung sehingga terwujudnya win-win solution bagi semua pihak.
“Sebelum hal itu disetujui dan terealisasi, perlu adanya pembasahan teknis yang lebih komprehensif dilakukan oleh Pemkot Bandung dengan Pemprov Jabar, terutama terkait tipping fee, menajemen pengelolaan, teknis pengangkutan, termasuk penyediaan armada angkut sampah dari Kota Bandung ke TPPAS Legoknangka,” ucapnya.
Hal senada disampaikan oleh Riana. Menurut dia, sebagaimana disampaikan dalam paparan DLHK Kota Bandung, terdapat lima elemen penting dalam sistem pengelolaan sampah, yaitu regulasi, lembaga pengelola, anggaran, teknologi, dan partisipasi masyarakat.
Perihal regulasi, kewenangan tersebut berada di unsur legislatif atau DPRD. Oleh karena itu, ia mengingatkan bahwa apapun upaya yang dilakukan harus bertujuan pada kepentingan masyarakat.
“Saya melihat dari awal pembahasan terkait rencana kerja sama pengelolaan sampah antara Pemkot Bandung dengan TPPAS Regional Legoknangka, bahwa Kota Bandung ini hanya sebagai objek baik persoalan yuridis dan politis. Sehingga kemandirian Kota Bandung dalam pengelolaan sampah jujur terganggu. Padahal masterplan yang dimiliki Kota Bandung dalam pengelolaan sampah ini saya lihat sudah bagus, tinggal beberapa hal saja implementasinya yang perlu diperbaiki,” ujarnya.
Riana menambahkan, jika berdasarkan hasil kajian terkait rencana kerja sama ini terdapat beberapa hal yang dinilai dapat berpotensi merugikan Kota Bandung, pihak DLHK harus berani terbuka untuk menyampaikannya kepada DPRD Kota Bandung sejak awal. Jangan sampai setelah disetujui dan kemudian berjalan, persoalan-persoalan tersebut akhirnya terbuka dan terlambat untuk diantisipasi.
“Kalau ternyata berdasarkan kajian kerja sama untuk TPPAS Legoknangka ini berpotensi merugikan, ya sampaikan kepada kami. Kalau perlu kami backup, atau bahkan, kerja sama ini tidak perlu terjadi kalau memang merugikan, apapun itu bentuknya,” tuturnya.
Hal ini juga berlaku terhadap rencana kerjasama dengan PT BRIL yang akan melanjutkan pembangunan PLTSa dan menjadi bagian dari pengelolaan sampah di Kota Bandung.
“Jadi kajian ini harus dilakukan secara betul-betul, sehingga jika sudah ada kepastian bahwa kerja sama ini, baik untuk TPPAS Legoknangka dan PLTSa memiliki manfaat besar atau menguntungkan Kota Bandung, kenapa tidak kita kerja sama dengan keduanya demi masyarakat Kota Bandung,” ucapnya.
Sementara itu, anggota Komisi C dari fraksi PKS, Iman Lestariyono menuturkan, Kota Bandung harus mampu memiliki daya tawar terhadap rencana kerja sama pengelolaan sampah baik dengan PT BRIL maupun dengan TPPAS Legoknangka. Penanganan sampah Kota Bandung sudah seharusnya dilakukan segera, karena bila satu hari sampah tak diangkut, maka predikat Kota Sampah akan kembali terjadi.
“Maka terkait rencana kerja sama pengelolaan sampah ini, perlu di buat kejelasan timeline-nya, untuk dapat menentukan arah kebijakan kelanjutan kerja sama antara Kota Bandung dengan PT BRIL maupun dengan TPPAS Legoknangka. Oleh karena itu, cepat atau lambat kita perlu undang dan dengar langsung rencana pengelolaan sampah yang akan dilakukan oleh PT BRIL seperti apa, sebagai perbandingan atas apa yang ditawarkan oleh TPPAS Legoknangka kepada kita,” ucapnya.
Sedangkan anggota komisi C dari fraksi PDI Perjuangan, Folmer S.M. Silalahi menjelaskan bahwa Pemkot Bandung perlu melakukan peninjauan kembali tentang dokumen rencana induk kerjasama pengelolaan sampah di Kota Bandung, sebagai bentuk antisipasi adanya kewajiban kerja sama baik dengan PT BRIL maupun dengan TPPAS Legoknangka.
“Mengingat waktu yang sangatlah terbatas antara dua hingga tiga tahun ini, maka tentu perlu adanya beberapa opsi pertimbangan yang harus dilakukan baik eksekutif maupun legislatif, sebagai upaya antisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi sebelum kerja sama ini disetujui,” katanya. (Red./Azay)
Discussion about this post