KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Di bulan suci Ramadan, PKL di Kota Bandung dipastikan jumlahnya bakal semakin membludak. Tak terkecuali di beberapa zona merah, salah satunya Jalan Dalem Kaum.
Kawasan Dalem Kaum merupakan wilayah pedestrian yang beberapa kali menuai konflik antara Pemkot Bandung dan PKL. Masih segar di ingatan kita, terakhir kali konflik terjadi antara Satpol PP dan PKL di daerah tersebut pada akhir tahun 2023.
Pascabentrok terjadi, PKL tak terlihat berdagang lagi di jalanan tersebut. Tapi di bulan Ramadan ini, PKL kembali ramai menggelar lapaknya di trotoar depan pertokoan jalan Dalem Kaum bahkan hingga ke area Masjid Raya Kota Bandung.
Anggota Komisi B DPRD Kota Bandung, Folmer Siswanto pun menyorot hal ini. Ia mengatakan sebetulnya ada salah satu opsi yang bisa digunakan yakni dengan diskresi.
“Betul, ini benar (PKL kembali kucing-kucingan). Saya sudah pernah turun ke sana, memfasilitasi agar teman-teman PKL dalam tahun ini tetap bisa berjualan. Apalagi di saat Ramadan ini kan mungkin inilah pendapatan mereka terbesar dalam satu tahun ya. Jadi kita juga harus melihat dari sisi kemanusiaan juga,” ujarnya, Kamis (21/3/2024) kemarin.
“Kita juga harus memperlakukan mereka juga secara humanis lah begitu ya. Satpol PP juga masih menggunakan dua perda, yakni tentang Trantib dan penataan pembinaan PKL karena mereka masuk dalam satgasus. Cenderung tindakan dari Pol PP ini represif jadinya ya. Maka kami mengusulkan pada satu rapat khusus tentang PKL Dalem Kaum, yuk Pemkot Bandung kalau bisa memberikan, mengeluarkan kebijakan diskresi,” lanjutnya.
Selain karena faktor humanis, Folmer mengatakan pertimbangannya yakni karena para PKL Dalem Kaum tak kunjung mendapat tempat relokasi yang memadai. Padahal, sebetulnya Jalan Dalem Kaum sudah menjadi area pedestrian yang memungkinkan untuk berjualan.
“Kemudian secara fakta di lapangan, Dalem Kaum ini kan bukan lagi jalan, tapi pedestrian. Jadi syarat zona merahnya itu secara de facto itu sebenarnya udah gugur. Karena penetapan zonasi merah, kuning, hijau itu berbasis jalan kan. Harusnya PKL boleh berjualan di sana tetapi harus diatur,” ucap Folmer.
Diskresi pun, kata Folmer, pernah dilakukan oleh Pemkot Bandung pada wilayah Cicadas pada era pemerintahan Oded-Yana tahun 2018. Ia mendorong agar Pemkot Bandung kembali mempertimbangkan upaya penataan serupa di wilayah Dalem Kaum.
Sekretaris Panitia Khusus (Pansus) 6 itu juga menyinggung bahwa para PKL di Jalan Dalem Kaum sebetulnya siap untuk ditata, bahkan bersedia memberi retribusi jika diperlukan. Hanya saja, Folmer menilai Pemkot harus memiliki terobosan kebijakan melihat situasi yang tak kunjung terkendali.
“Jadi ada pengecualian khusus untuk Dalem Kaum agar PKL berjualan tetapi dengan aturan-aturan yang terbatas. Faktanya Cicadas itu kan berjualan di atas trotoar, karena ada kebijakan diskresi yang diberikan oleh Wali Kota. Terlebih Dalem Kaum ini zona merahnya udah gugur karena pedestrian,” tutur Folmer.
“Mereka itu bukan tidak mau direlokasi. Mereka mau, tapi relokasi di tempat yang layak. Nah tempat yang disiapkan oleh Pemkot ini di basement alun-alun. Setelah saya survei, ternyata kondisinya belum memenuhi syarat. Gelap, pengap, ada asap kendaraan bermotor, dan lain sebagainya. Jadi menurut saya kekisruhan di jalan Dalem Kaum ini karena tempat relokasinya yang belum siap,” imbuhnya.
Sekedar diketahui, Kota Bandung punya regulasi jelas soal zona merah, kuning, dan hijau untuk para PKL. Hal ini dijelaskan dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penataan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima.
Dari sekian banyak titik, zona merah juga mencakup lokasi 7 titik seperti sekitar rumah dinas para pejabat Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah, lokasi sekolah, lokasi dan jalan tertentu, serta persimpangan jalan dengan jarak 100 meter dari titik persimpangan, lokasi jalan yang ditetapkan sebagai car free day (CFD), dan kawasan lindung.
“Seperti sekitar Alun-alun dan Masjid Raya Bandung, Jalan Dalem Kaum, Jalan Kepatihan, Jalan Asia Afrika, Jalan Dewi Sartika, Jalan Otto Iskandardinata, dan Jalan Merdeka,” tulis Pasal 12 Perwal nomor 888 tahun 2012. (Red./Annisa)
Discussion about this post