KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Untuk membangun daerah beserta kebijakan di dalamnya, tak hanya berbicara mengenai data. Analisis menjadi salah satu skill penting yang harus diasah di era revolusi industri 4.0.
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Jabar, Setiawan Wangsaatmaja dalam Forum Perangkat Daerah, Rabu (1/3/2023) Kemarin di Hotel Inn Bandung.
“Selama ini kita sering bekerja dengan otak kiri. Jarang menggunakan otak kanan, padahal harusnya balance. Otak kanan membuat strategi kita lebih matang dan komprehensif,” ujar Setiawan.
Menurutnya, dalam membuat kebijakan, pemerintah lebih seringnya menggunakan otak kiri. Sehingga, saat berhubungan dengan hal lain yang membutuhkan kerja otak kanan, menjadi lebih kaku dan sulit.
“Dengan dinamika di era ini, pihak yang diurus maupun yang mengurus sudah berbeda generasi,” ucapnya.
Mereka yang saat ini memegang kebijakan didominasi generasi X. Sedangkan pihak yang dikelola oleh para pemegang kebijakan didominasi generasi Y dan Z.
“Saat mereka lahir seluruh teknologi ini sudah ada. Sedangkan generasi kita yang baby boomers dan gen X perlu memahami ini,” ungkapnya.
Setiawan menyebutkan, ada 10 skill yang harus kita asah untuk menghadapi era revolusi. Di antaranya complex problem solving, critical thinking, creativity, people management, co-ordinating with other, emotional intelligence, judgements and decision making, service orientation, negotiation, dan cognitive flexibility.
Sependapat dengan Setiawan, Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna mengatakan, generasi Y dan Z harus dibimbing dengan interaksi yang lebih kreatif, bukan lagi secara struktural.
“Seperti yang disampaikan Sekda Jabar, sistem birokrasi perlu direformasi ke dynamic working arrangement. Kita bisa bekerja dari mana saja, tapi tetap dipantau kinerjanya melalui aplikasi,” ungkap Ema.
Melalui aplikasi tersebut bisa melihat persoalan apa yang harus diselesaikan tiap OPD sehari-harinya. Hanya dengan memasukkan keyword dalam aplikasi, artificial intelligence (AI) bisa menjabarkan permasalahan-permasalahannya.
“Tajamkan daya analisis dan kreativitas. Hal ini adanya di otak kanan. Jadi kalau kita hanya asah otak kiri, akan sulit bertahan di tengah arus AI teknologi,” tuturnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan PANRB, Kamaruddin menjelaskan, reformasi birokrasi saat ini belum memberikan dampak yang signifikan untuk masyarakat. Kecepatan reformasi birokrasi antar kabupaten/kota tidak sama satu sama lain.
”Pengentasan kemiskinan, stunting, dan lapangan kerja itu masih belum terlihat dampaknya. Masih bersifat administratif. Hanya sebatas reformasi dokumen. Tidak terlalu memperhatikan substansinya,” jelas Kamaruddin.
Sehingga menurutnya, perlu ada kolaborasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pun dengan organisasi perangkat daerah (OPD) satu sama lain harus ada sinergitas dalam menjalankan kebijakan yang ada.
“Kolaborasi kita masih belum maksimal. Kita harus memperbaiki kebijakan reformasi birokrasi kita dengan membangun dynamic governance. Birokrasi semakin efektif, efisien, dan bersih, dengan ciri agile dan adaptif sehingga setara dengan birokrasi kelas dunia,” imbuhnya. (Red./Annisa)
Discussion about this post