
METRO JABAR.ID — Melalui Rapat Paripurna di Gedung DPRD Kota Bandung, Senin, 17 Februari 2025, Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD Kota Bandung menyampaikan pandangan umum terkait Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Rapat paripurna ini dipimpin oleh Wakil Ketua II DPRD Kota Bandung, Dr. H. Edwin Senjaya S.E., M.M., bersama Wakil Ketua I DPRD Kota Bandung, Toni Wijaya, S.E., S.H., Wakil Ketua III DPRD Kota Bandung Rieke Suryaningsih, S.H., serta dihadiri para Anggota DPRD Kota Bandung. Hadir dalam rapat paripurna itu, Pj Wali Kota Bandung A. Koswara beserta Sekda Kota Bandung dan jajaran pimpinan OPD.
Raperda Pajak dan Retribusi
Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD Kota Bandung berpandangan bahwa yang paling utama adalah tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Kota Bandung yang dilayani oleh kita semua. Dengan situasi perekonomian yang lemah sehingga banyak usaha yang tutup, terjadi penurunan usaha yang nampak dengan deflasi harga-harga produk barang dan jasa yang dibuat rakyat Kota Bandung, sedangkan terjadi inflasi atau kenaikan harga-harga bahan pokok makanan, pakaian, dan kesehatan, Fraksi PSI merasakan penurunan kualitas kehidupan dan menyerap banyak keluhan masyarakat Kota Bandung.
Atas dasar masukan-masukan ini, Fraksi PSI berharap bahwa Raperda ini tetap mengedepankan kepentingan kesejahteraan masyarakat Kota Bandung, di mana pengaturan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat memberikan dampak yang signifikan.
Berikutnya, Fraksi PSI memandang ada perubahan-perubahan sebagai berikut:
Dalam pasal 1 ayat (6) sebelumnya dikatakan “Pejabat yang ditunjuk” adalah pegawai yang diberi tugas. Perubahan atas ayat ini menghilangkan frasa “yang ditunjuk” menjadi “Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu”. Menurut pandangan Fraksi PSI, hal ini membuat posisi Pejabat menjadi tidak perlu terpilih secara khusus, yang dapat menjadi permasalahan kompetensi dan pertanggungjawaban kinerja.
Dalam pandangan Fraksi PSI justru perlu ditambahkan bahwa “Pejabat adalah pegawai yang dipilih melalui pengujian, menyetujui syarat integritas, untuk selanjutnya diberi tugas tertentu di bidang perpajakan dan/atau retribusi daerah.”
Dalam pasal 1 ini juga dihilangkan berbagai definisi tentang Tempat Pembuangan Sampah, terkait dengan Pasal 60 yang semula mendeskripsikan pelayanan kebersihan kemudian dalam Raperda ini diubah menjadi lebih umum, di mana tidak lagi dibuat pembedaan lokasi pembuangan sementara. Apakah hal ini juga mengubah cara kerja pengelolaan sampah di Kota Bandung? Fraksi PSI berharap bahwa penyederhanaan ini tidak mengurangi kinerja pelayanan kebersihan.
Dalam Pasal 55 tentang objek Retribusi Jasa Umum, perubahan dalam Raperda ini menghilangkan “d. Pelayanan pasar;” sebagai objek. Fraksi PSI melihat bahwa penghapusan ini berkaitan dengan terhentinya pelayanan pasar yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandung. Padahal melihat situasi saat ini justru dibutuhkan penataan dan pelayanan yang lebih banyak bagi penyelenggaraan pasar yang baik dan efisien bagi rakyat Kota Bandung.
Hal ini juga terkait dengan Pasal 62 yang dihapus dalam Raperda ini, di mana dijelaskan bahwa Pelayanan pasar merupakan penyediaan fasilitas pasar tradisional atau sederhana berupa pelataran, los dan kios yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Kota.
Dengan menghilangkan pasal ini, apakah berarti selanjutnya tidak ada lagi pelataran, los, dan kios yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Kota, sehingga pedagang pasar harus masuk berjualan di dalam gedung pasar, tidak boleh lagi berjualan di jalan seperti yang banyak terjadi saat ini?
Dalam pandangan Fraksi PSI, posisi saat ini tidak tepat untuk mengubah pelayanan pasar yang terkait langsung dengan biaya yang harus ditanggung oleh pembeli untuk kebutuhan bahan-bahan pokok dan bahan makanan lainnya yang dijual di pasar.
Selanjutnya perubahan dalam Pasal 73 khususnya ayat (3a) menurut pandangan Fraksi PSI sangat berkaitan dengan Pasal 1 tentang Harga Satuan Bangunan Gedung Negara yang selanjutnya disingkat HSBGN dan Indeks Lokalitas yaitu persentase pengali terhadap SHST yang ditetapkan Pemerintah Daerah Kota.
HSBGN menjadi acuan untuk menetapkan sewa maupun kerja sama pemanfaatan, di mana kalau Pemerintah Kota telah mengeluarkan biaya besar untuk suatu gedung, penyewaannya juga harus memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan tersebut.
Adapun penetapan Peraturan Wali Kota untuk setiap pelaksanaan pemanfaatan barang milik daerah harus selalu memperhatikan nilai aset dan besar biaya yang telah dikeluarkan sebelumnya oleh Pemerintah Daerah Kota.
Selain itu Fraksi PSI berharap ada penelitian lebih lanjut terkait dengan dampak dari tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa yang ditetapkan sebesar 40 persen terhadap perkembangan pariwisata di Kota Bandung.
Fraksi PSI menduga bahwa dengan besaran 40 persen ini berpotensi menurunkan volume usaha di bidang pariwisata dan kontradiktif dengan upaya untuk menjadikan Kota Bandung sebagai tujuan wisata, terutama wisatawan mancanegara.
Dalam kesempatan ini, Fraksi PSI juga ingin menyoroti tentang tingginya harga tanah dan bangunan, termasuk harga sewa bangunan untuk usaha di Kota Bandung. Akibatnya kita melihat semakin banyak bangunan kosong dalam jangka waktu lama di Kota Bandung, yang berdampak mengganggu penampilan dan tata kota serta berpengaruh kepada laju perekonomian Kota Bandung karena tingginya biaya tempat.
Oleh karena itu, menurut pandangan Fraksi PSI dalam Raperda ini dapat dibuat ketentuan tambahan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan lebih tinggi 100 persen kepada bangunan di area tertentu untuk usaha yang kosong dalam jangka waktu panjang, antara lain lebih dari dua tahun.
Hal ini sepadan dengan kerugian yang diderita oleh masyarakat Kota Bandung karena bangunan yang kosong dan seringkali tidak terurus, nampak kumuh, dan merusak keindahan lingkungan Kota.
Dengan pengaturan ini, selain menjadi tambahan Pendapatan Asli Daerah, Fraksi PSI berharap peraturan ini mendorong pemilik bangunan untuk menurunkan biaya sewa, sehingga terjadi kegiatan ekonomi di bangunannya yang memberikan dorongan pergerakan ekonomi lebih lanjut, membuka lapangan kerja, serta lebih cepat memulihkan perekonomian Kota Bandung.(Fitri)***
Discussion about this post