CIAMIS, METROJABAR.ID- Warga Tatar Galuh Ciamis selalu menjaga tradisi dan benda pusaka peninggalan leluhur. Banyak tradisi yang dilakukan warga untuk merawat benda cagar budaya atau benda pusaka di sejumlah situs. Biasanya dilaksanakan setiap bulan Maulid atau Rabiul Awal.
Kepala Disbudpora Ciamis Erwan Darmawan mengatakan, tradisi tersebut bukan dimaksudkan untuk disembah. Tradisi ini hanya untuk memelihara sekaligus memiliki nilai filosofi.
“Unsur religi dengan cara bertawasul, unsur pendidikan ada nilai uang terkandung di dalamnya, karena jenis pusaka membawa makna masing-masing. Ada juga unsur seni, semua kegiatan tradisi ini diakhiri dengan atraksi budaya,” ujar Erwan belum lama ini
Berikut 5 tradisi mencuci benda pusaka di Bulan Rabiul Awal berdasarkan data Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Ciamis:
1. Tradisi Nelesan
Tradisi Nelesan dilaksanakan oleh warga Desa Nagarapageuh, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis. Bentuk tradisi ini mencuci benda pusaka peninggalan leluhur. Dilaksanakan di lokasi Makam Keramat Pangeran Undakan Kalang Sari.
Nelesan berasal dari kata neles yang artinya basah, maknanya membasahi, membersihkan benda pusaka. Namun juga memiliki makna untuk membersihkan hati agar jauh dari sifat sombong dan riya.
Prosesi tradisi Nelesan diawali dengan mengambil air dari 3 sumber mata air oleh tokoh adat menggunakan lodong. Yakni, Cibarani, Cikahuripan, dan Cikamalang. Kemudian puluhan benda pusaka di desa tersebut dikeluarkan untuk dibersihkan. Setelah selesai, benda pusaka disimpan kembali dan diakhiri dengan pergelaran budaya dan kesenian.
2. Tradisi Merlawu Ciparigi
Tradisi ini rutin digelar oleh warga Desa Ciparigi, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Kebiasaan masyarakat ini telah diwariskan secara turun temurun. Tujuannya sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada penyebar agama Islam di daerah tersebut. Kegiatan ini digelar di Situs Ciluncat. Situs ini dipercaya sebagai peninggalan Kerajaan Galuh pada masa peralihan Hindu ke Islam.
Pada situs ini memiliki peninggalan bersejarah berupa batu, antara lain, Batu Pangsalatan. konon batu ini digunakan untuk tempat salat. Bentuknya persegi empat dengan permukaan rata dan menghadap kiblat.
Ada juga Baru Sangkala Bolong. Baru ini punya lubang dan mempunyai sumber mata air. Konon air dari sumber mata air tersebut bisa untuk terapi penyembuhan penyakit asma. Selanjutnya adalah makam penyebar agama Islam yakni Kyai Haji Tanjung Karawang, Cacaraga dan Surajaya pada masa Kerajaan Galuh.
3. Jamasan Pusaka Jambansari Ciamis
Jamasan Pusaka merupakan ritual membersihkan benda pusaka peninggalan zaman dulu yang punya nilai sejarah. Seperti keris, pedang, tombak di Museum Galuh Pakuan, Kecamatan Ciamis.
Tradisi ini digelar setiap bulan Maulid. Semula tradisi ini hanya digelar oleh keturunan Kerajaan Galuh dan Keadipatian serta Kabuyutan. Namun kini digelar secara terbuka dan dihadiri masyarakat luas.
Tradisi dimulai dengan mengeluarkan benda pusaka peninggalan Kerajaan galuh dari museum. Benda pusaka tersebut dibawa ke Situs Makam Jambansari, Bupati Galuh RAA Kusumadingrat.
Air untuk membersihkan benda pusaka ini berasal dari 7 mata air. Yakni, Jambansari, Karangkamulyan, Imbanagara, Cimaragas, Nagaratengah, Cineam dan Tasikmalaya.
Benda pusaka dibersihkan dengan cara dimasukkan ke dalam kotak kayu berisi air. Kemudian menggosoknya dengan jeruk nipis. Setelah itu dibersihkan lagi dan dikeringkan. Benda pusaka tersebut kemudian disimpan kembali di Museum Galuh.
Tradisi ini bertujuan untuk menjaga dan merawat benda pusaka. Supaya benda pusaka itu tidak rusak dimakan usia. Makna dari tradisi Jamasan ini agar sebagai manusia juga harus menjaga agar diri tetap bersih.
4. Tradisi Nyangku
Tradisi Nyangku merupakan kegiatan pencucian benda pusaka peninggalan Prabu Borosngora yang digelar di Alun-alun Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Tradisi ini digelar setiap bulan Maulid atau Rabiul Awal.
Prosesinya, tradisi Nyangku diawali dengan mengeluarkan benda pusaka dari Bumi alit (museum tempat menyimpan benda pusaka). Kemudian diarak dibawa dengan cara digendong (diais) oleh para keturunan Raja Panjalu menuju Nusa Gede. Sambil diiringi dengan salawat dan alat musik gembyung. Nusa Gede merupakan pulau di tengah Situ Lengkong Panjalu.
Kemudian benda pusaka dibawa kembali ke Alun-alun Panjalu untuk dilakukan pencucian. Air yang digunakan berasal dari tujuh sumber mata air dari beberapa tempat atau disebut ‘Cai Karomah Tirta Kahuripan’.
Yakni mata air Situ lengkong, mata air Karantenan Gunung Sawal, mata air Kapunduhan (Makam Prabu Rahyang Kuning), Cipanjalu, Kubang Kelong, Pasanggrahan, Bongbang Kancana, Gunung bitung dan sumber air Ciomas.
Dalam prosesi puncak ini ada tiga benda pusaka yang dibersihkan antara lain pedang Zulfikar pemberian Saidina Ali kepada Prabu Borosngora, Kujang Panjalu dan Keris Stokkomando.
Nyangku dilakukan sejak zaman dulu merupakan warisan turun temurun. Tujuannya untuk mengenang jasa Prabu Sanghyang Borosngora yang telah menyampaikan ajaran Islam. Sekaligus untuk melestarikan budaya dan menjaga serta merawat peninggalan zaman dulu.
5. Tradisi Jamas Pusaka Situs Gunung Gurandil
Tradisi Pencucian benda pusaka pada saat bulan Rabiul Awal selanjutnya adalah Tradisi Jamas Pusaka di Situs Gunung Surandil, Rancah. Dilaksanakan antara tanggal 1 sampai 12 Maulid atau hari yang telah ditentukan oleh pupuhu lembur, juru pelihara dan juru kunci Situs Gunung Surandil. Seperti Senin Kliwon, Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon.
Benda pusaka peninggalan leluhur di desa tersebut seperti keris, tumbak, bedog buhun, kujang dan lainnya. Tujuan kegiatan ini agar benda pusaka tersebut tetap lestari dan tidak punah atau rusak. (Red./Ansar Nurhadi)
Discussion about this post