KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Pelantikan Iskandar Zulkarnain menjadi Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (BPPD) oleh Wali Kota Bandung mendapat sorotan dari Lsm Barisan Anti Korupsi Tatar Sunda (Brantas). Kinerjanya buruk, uang rakyat Kota Bandung sudah melayang akibat salahnya membuat Penetapan Lokasi (Penlok) Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada tahun 2010, kami tidak tahu alasan pasti Wali Kota Bandung menunjuknya sebagai petinggi di sektor keuangan Kota Bandung. Jangan Sembunyikan Kinerja buruknya.”
Demikian disampaikan Ketua Umum Lsm Brantas, Wanwan Mulyawan melalui rilis yang diterima indofakta hari ini (12/10/2020). Pada pelantikan Iskandar Zulkarnain beserta 62 pejabat di lingkungan Pemkot Bandung hari ini, Wali Kota Bandung Oded M Danial meminta para pejabat tersebut untuk bekerja ekstra, tanggap dan siap dengan segala risiko yang ada. Namun harus tetap memperhatikan prosedur kerja serta bekerja antisipatif. Mohon Pak Wali jangan hanya bisa berpidato tapi penempatan Kepala BPPD itu harus ditinjau ulang. Wali Kota Bandung harus mau mendengar kata hati rakyat, Wali Kota bukan penguasa atau yang hanya mendengar dari segelintir orang di seputar nya dalam arti sempit. Bandung bukan milik segelintir orang tapi mayoritas rakyat kota ini,” papar Wanwan.
Apa yang dilihat dan menjadi kriteria Wali Kota Bandung, Oded M. Danial dari Izul (sapaan akrab Iskandar Zulkarnain, red). Kami tidak mempermasalahkan urusan pribadinya tapi kinerjanya sewaktu menjadi Kepala Bidang Perencanaan Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Kabid Perencanaan) Kota Bandung (2010).
“Pembuatan Penlok Pembebasan Tanah Untuk Sarana RTH Kota Bandung yang tumpang tindih adalah salah satu bukti buruknya kinerja mantan Kabid Perencanaan itu. Ini perlu diusut, apakah yang bersangkutan masih terus melakukannya dalam posisi sebagai Kepala Dinas Tata Ruang (Distaru, nama baru yang digunakan untuk Distarcip) Kota Bandung (?) Saya langsung mendengar keterangan -keterangan yang disampaikan oleh Iskandar Zulkarnain merasa miris, bekerja atau main -main ?”
Dijelaskan oleh Wanwan, “Bahwa pintu awal terjadinya korupsi Pengadaan Tanah Untuk Sarana RTH di Kota Bandung, salah satunya adalah Penlok. Bila mengacu pada keterangan Iskandar Zulkarnain dimana Distarcip/Distaru telah membuat sebanyak 3 Penlok, tanpa melakukan survey secara detail, dimana staf nya hanya datang 1 (satu) kali ke lapangan dan selanjutnya hanya mengandalkan data yang diberikan oleh ‘PEMESAN’, ini kinerja yang tidak konsekwen. Aneh nya lagi, pimpinannya saat itu (Ka Distarcip) tidak tahu menahu atau lepas tangan.”
Masih menurut Wanwan Mulyawan, “keterangan yang disampaikan Kepala Distaru Kota Bandung di persidangan Tipikor Bandung pada tanggal 1 Juli 2020 yang diliput berbagai media itu menunjukkan tidak adanya TANGGUNGJAWAB terhadap pekerjaannya.”
“Kami mendapat informasi bahwa hari ini KPK sedang memeriksa Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Pemkot Bandung 2008 – 2011, Juniarso Ridwan, Kadis Tata Ruang dan Cipta Karya Pemkot Bandung 2011-2013, Rusjaf Adimenggala, Kepala Bidang Perencanaan Pemkot Bandung 2010 – 2013, Iskandar Zulkarnain dalam perkara korupsi dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Dadang Suganda yang saat ini ditahan KPK. Mereka diperiksa Penyidik KPK di Polrestabes Bandung hari ini dan besok serta akan dimintai keterangan sebagai saksi di persidangan Tanggal 14 September 2020,” ujar Wanwan.
Masih menurut Wanwan, “terjadinya korupsi RTH, seakan-akan sudah diniatkan sejak semula. Artinya, sebelum dibuat sejumlah aturan seperti Penlok dan seterusnya, ‘niat merampok’ uang negara sudah ada. Kami mengacu nya pada kasus Bansos dan OTT terhadap Hakim, Wali Kota, Sekda, Kadis DPKAD, Anggota Dewan dan pengusaha. LSM BRANTAS siap membantu KPK bila kasus korupsi tersebut terus dikembangkan,” Pungkas Wanwan Mulyawan.
Keterangan Iskandar Zulkarnain di Pengadilan Tipikor Bandung.
Dalam pemberitaan indofakta pada 1 Juli 2020, Iskandar Zulkarnain tampil sebagai saksi, selain dirinya ada 5 (lima) saksi lainnya yaitu,
Tris Tribudiarti, Dwi Priyono, Asep Tatang Ade Suhandi dan Sri Wahyuni pada tanggal 1 Juli 2020 dalam sidang lanjutan perkara korupsi Pengadaan Tanah Untuk RTH Kota Bandung dengan terdakwa Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet.
Pada sidang tersebut, tercatat keterangan Iskandar Zulkarnain dan Tris Budiarti antara lain mengatakan, dirinya menjadi Kabid Perencanaan Distarcip Kota Bandung pada tahun 2010 mengakui adanya sebagian tanah tumpang tindih dalam Penlok meski tidak diketahuinya terdapat peta yang tidak dibuatnya pada lampiran Penlok. Bila terjadi tumpang tindih, seharusnya ada koreksi yang kemudian SK Penlok bisa dibatalkan kalau tidak sesuai.
Menurut Iskandar Zulkarnain, pihaknya hanya membuat peta untuk Penlok berdasarkan permohonan DPKAD, dan untuk RTH nya berada pada Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung. Kebutuhan untuk RTH adalah 30% dari luas Kota Bandung dimana kewajiban untuk RTH publik sebesar 20%. Adanya tumpang tindih lokasi dalam Penlok dari semula 100.000 m2 menjadi 200.000 m2 pada Oktober 2011 tidak diketahuinya.
Saat dicecar Penuntut Umum, Iskandar Zulkarnain, mengetahui adanya tumpang tindih saat penyidik memperlihatkan lampiran gambar dalam Penlok (Penlok No. 593/Kep.206-DISTARCIP/2012 tanggal 29 Maret 2012 untuk lokasi Kelurahan Palasari Kecamatan Cibiru Kota Bandung seluas 100.000 m2 dan No. 593/Kep.913-DISTARCIP/2011 tanggal 21 Nopember 2011 untuk lokasi Kelurahan Palasari dan Cisurupan Kecamatan Cibiru Kota Bandung seluas 200.000 m2,red). Menurut Penuntut Umum KPK, terjadi tumpang tindih dari awal seluas 100.000 m2 di Palasari menjadi 200
000 m2 dimana dalam Penlok terdiri dari 2 (dua) lokasi yaitu Palasari dan Cisurupan, harusnya menjadi 300.000 m2 tapi ini kurang. Jawaban dari Iskandar Zulkarnain bukan menumpuk, mungkin saja termasuk dalam penetapan lokasi awal. Sebenarnya peruntukan RTH bisa dimana saja boleh untuk memenuhi jumlah 20%. Demikian juga tentang berapa luasnya dan harganya, tidak tahu.
Mengenai pengajuan awal untuk menentukan Penlok, DPKAD diakui oleh Iskandar Zulkarnain berasal dari Agus Slamet Firdaus, bukan dari Herry Nurhayat, dirinya tidak mengetahui hal itu. Ada disposisi dari Kadistarcip, maka dilaksanakan olehnya. Dirinya mengaku tidak diintervensi siapa pun ketika membuat draft Penlok.
Saksi berikutnya adalah, Tris Tribudiarti yang menjadi Kasi Dokumentasi, dan menjadi Kasi Data Distarcip mengatakan, dirinya mewakili pimpinan untuk menghadiri rapat tentang RTH, lalu melakukan survey untuk 100.000 m2, bersama peserta rapat hanya meninjau. Pihak DPKAD menunjukkan batas-batas lokasi akan dibebaskan sesuai pengajuan secara garis besar. Lalu data tanah di Palasari dan Cibiru didapat dari staf.
Dalam Surat Dakwaan ketiga terdakwa yang sedang diadili, Tomtom Dabbul Qomar, Kadar Slamet dan Herry Nurhayat, bahwa Pengadaan Tanah Untuk RTH seluruhnya berjumlah 211 bidang tanah seluas 428.128 m2 dan 1 unit bangunan yang total biayanya Rp121.800.420.900,00 (seratus dua puluh satu miliar delapan ratus juta empat ratus dua puluh ribu sembilan ratus rupiah. Pembebasan tanah tersebut diawali dengan adanya 3 Penlok (Penetapan Lokasi) yang dikeluarkan oleh Wali Kota Bandung, Dada Rosada yaitu : 1. No. 593/Kep.206-DISTARCIP/2012 tanggal 29 Maret 2012 untuk lokasi Kelurahan Palasari Kecamatan Cibiru Kota Bandung seluas 100.000 m2; 2. No. 593/Kep.913-DISTARCIP/2011 tanggal 21 Nopember 2011 untuk lokasi Kelurahan Palasari dan Cisurupan Kecamatan Cibiru Kota Bandung seluas 200.000 m2 dan 3. No. 593/Kep.960-DISTARCIP/2011 tanggal 07 Desember 2011 untuk Lokasi Kelurahan Pasir Impun dan Sindangjaya Kecamatan Mandalajati Kota Bandung seluas 80.000 m2. Akibat perbuatan para terdakwa negara telah dirugikan Rp69.631.803.934,71 (enam puluh sembilan miliar enam ratus tiga puluh satu juta delapan ratus tiga ribu tujuh puluh satu sen). Dalam hal ini Dadang Suganda diperkaya Rp19.164.212.737,50 (satu miliar seratus enam puluh empat juta dua ratus dua belas ribu tujuh ratus tiga puluh tujuh rupiah lima puluh sen) berdasarkan Laporan Hasil Investigatif Auditoriat Utama Investigasi BPK RI Nomor : 47/LHP/XXI/10/2019 tanggal 14 Oktober 2019. (Red./Azay)
Discussion about this post