BANDUNG, METROJABAR.ID- Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si. melantik 1.000 lulusan dan memberikan penghargaan kepada Muchammad Fariz Maulana Akbar, S.Ag. Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin (FU) yang Hafidz Quran 30 Juz dengan IPK 3,89; wisudawan tak bertoga, Dina Farida, S.H. Jurusan Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) yang meninggal karena sakit setelah Sidang Skripsi pada Wisuda ke-81 secara virtual melalui telekonferensi aplikasi zoom dan disiarkan langsung pada kanal youtube UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Sabtu (27/02).
Ke-1.000 wisudawan itu berasal dari Fakultas Ushuluddin 148 orang Fakultas Tarbiyah dan Keguruan 202 orang; Fakultas Syariah dan Hukum 89 orang; Fakultas Dakwah dan Komunikasi 99 orang; Fakultas Adab dan Humaniora 87 orang; Fakultas Psikologi 29 orang; Fakultas Sains dan Teknologi 111 orang; Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 81 orang; Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam 67 orang; S2 73 orang dan S3 14 orang.
Dengan menerapkan protokol kesehatan, memakai masker, menjaga jarak, dan menggunakan handsanitizer Sidang Senat Terbuka dalam rangka Wisuda ke-81 lulusan Program Sarjana, Magister, dan Doktor UIN Sunan Gunung Djati Bandung dibuka secara resmi oleh Ketua Senat Universitas, Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, MS.
Prof. Nanat berpesan setelah lulus dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung, tugas saudara berikutnya adalah mengabdi kepada Masyarakat, untuk mendapatkan Ridha Allah swt., mengamalkan ilmu yang saudara dapatkan dari bangku kuliah, dan kini saudara sudah menyandang gelar kesarjanaan, sebagai cendikiawan muslim yang Ulul Albab, memadukan antara dzikir dan fikir, mampu berfikir mendalam, substansial, dan peduli dengan problem yang dihadapi masyarakat.
Aktualisasi Pesan Moral SGD
Dalam amanatnya, Rektor Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si mengajak civitas akademika untuk berusaha mengaktualisasikan pesan moral Sunan Gunung Djati dalam menghadapi perkembangan dan tantangan zaman.
Prof. Mahmud menyampaikan Sunan Gunung Djati memiliki peran sebagai Pandito, Wali, Ulama, Penguasa (Wali Kutub), Saintis, dan penyebar Islam di Tataran Sunda tanpa melukai kearifan lokal sunda.
“Memang tidak memudah mengikuti peran beliau yang begitu lengkap, paling tidak ada spirit Sunan Gunung Djati yang bisa kita kembangkan di kampus ini, yaitu akhlak mulia,” tegasnya.
Dengan merujuk pada Naskah Mertasinga bahwa Sunan Gunung Djati memiliki wejangan, pesan moral dari dua orang gurunya, yakni Syekh Najmuddin Al-Kubro dan Athoillah Al-Sukandari. “Pesan utamanya ialah mengenai pentingnya berislam dengan bingkai akhlak karimah,” tandasnya.
Salah satu pesan Syekh Najmuddin Al-Kubro “aja angebat tebat ing laku” (jangan berlebihan dalam bertindak), berikunya “yen ngucap kang satuhu, lan aja nyerang hukum ing widhi (kalau bicara, bicaralah yang jujur dan jangan melawan hukum dari yang maha kuasa).
Sedangkan pesan Syikh Athoillah Al-Sukandari “den basaja sira iku, aja langguk ing wicara, sira aja ilok anglaluwih ing padaning manusia” (hiduplah dengan bersahaja jangan sombong dalam bicara dan jangan berlebihan terhadap sesama manusia).
“Inilah yang menjadi landasan kenapa sejak tahun 2015 akhir warisan UIN Sunan Gunung Djati Bandung Wahyu Memandu Ilmu ditambah dengan bingkai akhlak karimah. Karena kita yakin akhlak karimah-lah yang akan bisa mempertahankan eksistensi manusia di era apapun termasuk era disrupsi 4.0 saat ini,” jelasnya.
Sambil mengutip pemikiran Peter Drucker ketika melihat perkembangan teknologi mesin-mesin, Peter mengatakan tahun 2050, sekitar 70% tenaga kerja akan diganti oleh robot. Salah satunya pramusaji, yang saat ini sudah diganti dengan robot yang di dalam perut robot ada alat pemanas makanan. Sehingga memberikan usulan agar dunia pendidikan harus begeser orientasi dari produsen manual worker ke knowledge worker. Dari SDM yang bekerja secara fisik menjadi manusia yang terampil, inovatif, pandai memecahkan masalah dan mampu menghadapi perubahan.
Peter sangat percaya bahwa manusia berpengetahuan tidak bisa disingkirkan, “beliau lupa bahwa di atas pengetahuan ada wisdom. Banyak orang yang berpengetahuan, jika tidak memiliki wisdom seringkali menimbulka masalah,” paparnya.
Tugas Lulusan UIN SGD
Mari kita lihat saat ini penyebar hoak adalah pemilik knowledge yang luar biasa, bahkan trampil juga dalam urusan teknologi informasi. Namun sayang mereka gagal menyelesaikan masalah etik, maka mereka menjadi tidak arif. “Wisdom tidak sekedar memahami pengetahuan melainkan merawat kehidupan menjadi lebih indah dan nyaman tanpa kehilangan koneksi dengan perkembangan zaman. Dengan kata lain wisdom adalah knowledge berbasis akhlak karimah,” jelasnya.
Rektor menegaskan sains dan teknologi jangan kita musuhi, malah seharusnya kita kuasai, hanya untuk civitas UIN Sunan Gunung Djati, sains dan teknologi harus dengan kearifan yang berbasis akhlak mulia. “Karenanya lulusan UIN Sunan Gunung Djati Bandung dituntut bukan hanya mampu melahirkan teori-teori baru dari saintek dan pemahaman keislaman, tetapi juga bertanggungjawab agar temuan-temuan tersebut tidak menimbulkan kerusakan, kegaduhan dimuka bumi. Karena kita lahir dari sebuah perguruan tinggi yang memiliki jargon wahyu memandu ilmu dalam bingkai akhlak karimah,” tuturnya.
Pesan moral yang sangat monumental dari Sunan Gunung Djati ialah ingsun titip tajug lan fakir miskin. “Ini menggambarkan bahwa Sunan Gunung Djati sangat memperhatikan keseimbangan antara nilai tauhid dan kemanusiaan. Tauhid dilambangkan dengan tajug manusia dilambangkan dengan fakir miskin atau dalam bahasa lain Sunan Gunung Djati menuntut kepada kita agar soleh secara ritual dan juga soleh secara sosial. Lulusan UIN Bandung harus lahir dan tampil seperti pesan Sunan Gunung Djati,” tuturnya.
Mahasiswa Inspiratif
Rektor menetapkan wisudawan peraih pujian kelulusan dengan IPK tertinggi sebanyak 45 lulusan yang dibacakan oleh Wakil Rektor I Bidang Akademik, Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M. Ag.
Salah satunya, Muchammad Fariz maulana Akbar, S.Ag jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin (FU) dengan IPK 3,89. Bersama orang tuanya, Fariz yang Hafidz Quran 30 Juz dikenal mandiri sejak duduk di bangku sekolah dasar, dipanggil kedepan panggung untuk mendapatkan penghargaan beasiswa pendidikan dari Rektor, Prof. Dr. H. Mamud, M.Si sebagai mahasiswa insiratif.
Berasal dari keluarga yang sederhana, tak membuatnya kehabisan cara dan melambaikan tangan pada semesta. Sepeninggal Ibunya dua tahun yang lalu, Fariz hidup bersama Ayahnya yang merupakan seorang penjahit berusia 66 tahun. Kaya akan mimpi dan cita-cita tinggi, Fariz memiliki impian untuk meraih pendidikan tinggi semampu yang bisa ia pijaki. Dari sekian banyak universitas terkemuka, UIN Sunan Gunung Djati Bandung menjadi pelabuhan berikutnya.
Siapa yang tahu bahwa pemuda dari kawasan Tapal Kuda ini pernah meraih 30 prestasi Debat dan Pidato Arab dari tingkat nasional sampai internasional.
Bagi Rektor segala prestasi dan keberhasilan yang diraih Fariz ini tidak bisa dilepaskan dari pendekatan intelektual, spiritual dan doa orang tua. “Saya melihat kisah Ananda Fariz yang baru saja kita saksikan. Saya yakin segala prestasi yang diraih sekarang bukan cuma kecerdasan intelektualnya, tetapi karena didorong dengan pendekatan spiritual, terutama pendekatan batin dari kedua orang tuanya. Jadi pendekatan batiniah, pendekatan spritualitas jangan pernah diabaikan,” ujarnya.
Wisudawan Tak Bertoga, Dina
Rektor juga memberikan penghargaan kepada Dina Farida, S.H., wisudawan Jurusan Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum (FSH).
Dina menjalani hari-harinya dengan penuh kesabaran yang kuat memegang prinsip “hidup ini bukan tentang apa dan berapa yang kita miliki, tetapi apa dan seberapa besar yang bisa kita beri,” bahkan di tengah rasa sakit yang dideritanya, Dina berhasil menaklukkan sidang akhir meski terbaring di rumah sakit.
Akibat meninggal karena sakit, orang tua Dina dipanggil kedepan dan mendapatkan menghargaan dari Rektor sebab salah satu wasiatnya ingin Wisuda.
Di mata Firmansyah, teman Dina Farida di Keluarga Mahasiswa Jawa Tengah menuturkan aktif, mudah bergaul dan tak kenal kata menyerah, begitulah gadis asal Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah ini kerap dikenal. Dina hampir tak pernah absen mengikuti serangkaian kegiatan sosial kemasyarakatan bersama teman-teman sejawatnya. Tak heran jika kehadirannya selalu dinantikan.
“Hadirnya Dina diberbagai aktivitas dan kesibukannya dia bukan hanya sekedar hadir, Dina mampu berperan aktif dan memang hadirnya Dina bukan sekedar ada, pernah waktu itu kita mengadakan namanya itu Ambar Waros atau ulang tahun. Itu salah satu loncatan besar untuk organisasi dan salah satunya kontribusi besar dari Dina sendiri. Acara itu berjalan dengan sangat memuaskan karena capaian itu belum pernah kita raih di kepengurusan-kepengurusan sebelumnya.”
Menurut Dr. H. Aden Rosadi, M.Ag. CLA., Dosen Pembimbing I Dina Farida menuturkan Dina memiliki sejumlah prestasi membanggakan tak membuatnya tinggi hati. Baginya, hidup bukan hanya soal IPK tinggi dan sederet prestasi, tetapi juga bagaimana memberi kontribusi bagi ibu pertiwi.
“Di mata saya Dina Farida itu memiliki kecerdasan intelektual. Beliau adalah salah satu delegasi Fakultas Syariah dan Hukum dalam kegiatan student exchange di Malaysia tahun 2018. Dia juga memiliki kecerdasan sosial. Dia begitu peduli dengan teman-teman mahasiswa seangkatannya. Dia juga berbagi tanggung jawab moral. Dia ingin buktikan kepada kedua orangtuanya bahwa meskipun dalam kondisi sakit mampu menyelesaikan kuliahnya dengan baik,” paparnya.
Dewi Mayaningsih, S.H., M.H., Dosen Pembimbing II Dina Farida menjelaskan dalamnya lautan dapat diduga, dalamnya hati siapa yang tahu. Tak ada yang mengira, di balik senyuman manis yang selalu Dina tunjukkan, ia menyimpan kesakitan yang tiada terperikan. Tapi mengeluh bukan pilihan.
“Sepanjang yang saya kenal beliau orangnya ramah, gigih. Saya selalu tracking mahasiswi apa sih aktivitas di balik itu, kalau kita lihat di medsosnya Dia pernah student exchange begitu ya ke Malaysia, lantas Dia aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa dan Himpunan Mahasiswa, dari situ saya paham bahwa beliau punya jiwa kepemimpinan, sehingga kemudian skripsinya harus segera diselesaikan. Jadi tidak berpikir bahwa beliau sedang sakit. Ketika bertemu langsung sudah jadi mahasiswi bimbingan saya memang sudah sakit, tapi kemudian disembunyikan. Kan ada juga yang minat berbelas kasihan karena sakit, tapi dia tidak menunjukkan itu,” kenangnya.
Bagi Ibu Mulazamah dan Bapak A. Nahrowi, orang tua Dina. “Anaknya itu supel dan ramah, terus kalau dia punya kemampuan yang positif itu inginnya segera diselesaikan. Semangatnya tinggi. Saya salut dia tidak pernah mengeluh.Ya sudah karena itu semuanya sudah takdir Allah SWT. Semua itu amanat, titipan kepada saya. Bisa ga bisa harus ikhlas. Ikhlas semua itu kembali kepada Allah SWT. Padahal ya anak itu sudah banyak harapan karena apa dikata, Tuhan berkehendak untuk meminta kembali. Ya mudah-mudahan terbaik dan khusnul khatimah dan saya ridho, ikhlas, semua itu hanya titipan Allah, hanya ujian, dan setelah selesai kuliah mau cari-cari beasiswa S2 di Turki katanya. Kalau Wisuda nanti pake seragam keluarga, iya. Kalau bisa dia pulang selalu ajak teman-temanya untuk bangun Desa ini lebih baik, membuat grup, khusus mahasiswa Desa ini untuk memperjuangkan jalan-jalan,” kenangnya.
Bila hidup sekadar hidup, lantas apa sesungguhnya arti hidup ini? Bila langkah tak punya arah, lantas apa cukup hanya dengan berpangku pada kata pasrah? Bila keberadaan tak memiliki arti, lantas apa sejatinya yang hendak dicari?
“Hancur badan dikandung tanah, budi baik terkenang jua.” Selamat jalan Dina! Kini tak ada lagi kesakitan, kini tak ada lagi penderitaan. Kasih dan baktimu tak akan pudar di telan masa, senyum dan tawamu kan abadi dalam sanubari. Sampai jumpa di alam sana nanti. (Red./Azay)
Discussion about this post