JAKARTA, METROJABAR.ID- Para pedagang daging sapi di sejumlah pasar di kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) akan mogok jualan mulai besok, Rabu (20/1) sampai tiga hari ke depan. Aksi ini merupakan protes kepada pemerintah karena tingginya harga daging sapi di pasar sejak awal tahun.
Kabar ini disampaikan oleh Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri. Ia menyatakan telah mendapat tembusan surat edaran Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) bernomor 08/A/DPD-APDI/I/2021 yang memuat rencana mogok jualan itu.
“Tembusan suratnya sudah dikirimkan, hasil rapat internal mereka memutuskan untuk menutup dagangan, tidak berjualan, tiga hari di Jabodetabek,” ungkapnya
Abdullah mengatakan para pedagang di bawah bendera APDI juga berencana menutup aktivitas pemotongan sapi hidup di Rumah Potong Hewan (RPH). Begitu juga dengan aktivitas perdagangan daging beku di distributor.
“Jadi, nanti kalau pembeli datang (ke pasar), itu mereka tidak ada sama sekali. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, di RPH-nya juga disetop,” katanya.
Ia mengungkapkan IKAPPI sebenarnya menghargai keputusan para pedagang daging sapi. Sebab, aksi mogok ini merupakan langkah konkret mereka untuk memprotes langsung pemerintah karena harga daging sapi naik tinggi sejak awal tahun.
Menurut catatannya, harga daging sapi murni berada di atas Rp120 ribu per kilogram (kg) dalam beberapa hari terakhir. Padahal, biasanya harga cuma di kisaran Rp110 ribu sampai Rp114 ribu per kg.
Begitu juga dengan harga daging sapi bagian paha belakang yang normalnya hanya sedikit di atas Rp100 ribu per kg. Tapi, beberapa hari sempat memuncak ke Rp126 ribu per kg.
Sementara, data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) per 18 Januari 2021 mencatat harga rata-rata daging sapi kualitas 2 di seluruh Indonesia berada di kisaran Rp113 ribu per kg. Harganya turun 0,4 persen dari sebelumnya.
Namun, tercatat harga rata-rata daging sapi di DKI Jakarta berada di kisaran Rp129 ribu per kg, Jawa Barat Rp124 ribu per kg, dan Banten Rp117 ribu per kg.
“Kenaikan ini bermula dari momen Nataru (Natal dan Tahun Baru) berlanjut sampai awal tahun dan sekarang, tapi harganya masih cukup tinggi, meski hari ini kabarnya ada penurunan sedikit,” terang dia.
Bahkan, tak hanya pada tahun ini, menurut ingatannya, memang kenaikan harga pangan kerap terjadi pada awal tahun sejak lima tahun terakhir. Hal ini karena banyak stok terserap di akhir tahun sebelumnya, sehingga awal tahun sesudahnya stok seret dan harga bergejolak naik.
Kendati begitu, Abdullah mengaku belum mendapat laporan di lapangan mengenai situasi terkini di sejumlah pasar di Jabodetabek, apakah benar pedagang daging sapi sudah benar-benar memulai aksi mogoknya pada hari ini.
Hanya saja, ia khawatir hal ini justru menimbulkan kelangkaan di masyarakat, khususnya para langganan. Meski kabar lain menyebut bahwa rencana mogok ini sudah disampaikan pedagang daging sapi ke para langganan mereka.
“Tapi kan ada tanggung jawab ke masyarakat, konsumen, langganan, warung rumahan,” imbuhnya.
Karena itu, Abdullah meminta pemerintah khususnya Kementerian Perdagangan segera ambil sikap dan mendengar ‘jeritan’ para pedagang daging sapi. Ia juga mengkritik pemerintah yang dianggap semakin kurang berkomunikasi dengan pedagang.
Hal ini, katanya, terjadi sejak Kabinet Indonesia Maju terbentuk. Padahal, menteri perdagangan di era Kabinet Kerja masih rajin mendengar keluhan dan mengadakan rapat koordinasi dengan para pedagang.
“Ini dari era Pak Agus sampai Pak Lutfi juga begitu, tidak ada rapat koordinasi dengan pedagang untuk bicarakan soal harga, distribusi, perdagangan dalam negeri. Jadi, coba segera buat komunikasi, kasihan pedagang dan masyarakat nanti,” tuturnya. (Red./Alin)
Discussion about this post