KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Menurut Bintang Yalasena H.P.,S.S.,S.H.,M.H, Kuasa Hukum Korban, Putusan Majelis Hakim, terhadap Terpidana (Muhammad Satryo Prawindra bin Arief Hidayat) berupa hukuman percobaan sangat ringan dan tidak memiliki efek jera, mengingat sampai saat ini pun Terpidana tidak mampu membuktikan ada itikad baik untuk mendatangi korban dengan meminta maaf secara tulus dan menyesali perbuatannya. Selasa (3/11/20) Pengadilan Negeri Kota Bandung .
Putusan tersebut menguntungkan terpidana karena tidak menjalani hukuman penjara dan merugikan korban karena mobil miliknya tetap rusak, dan Terpidana dipastikan tidak akan menyesali perbuatannya.
Jadi, dengan berdasarkan putusan tersebut, Majelis Hakim menginginkan Mobil korban tetap dalam keadaan rusak dan Terpidana tidak menyesali perbuatannya dengan meminta maaf secara tulus kepada korban dan memperbaiki kerusakan mobil, serta membebaskan Terpidana dari ancaman hukuman penjara.
Selanjutnya menurut Andi Suhernandi S.H.,M.H., pertimbangan hakim dengan menggunakan social Jurisprudence tidak tepat digunakan dalam perkara ini.
Apa jaminannya Terpidana mampu memperbaiki dirinya, karena pada faktanya Terpidana tidak ada niat baik sampai Sekarang untuk meminta maaf kepada korban. Majelis hakim mengesampingkan fakta yang memberatkan di persidangan bagi Terpidana.
Selain itu, Kuasa hukum lainnya, Asep Mulyana S.H, menjelaskan bahwa, tindakan hakim yang memutus jauh dari tuntutan jaksa merupakan kesalahan analisis hukum yang fatal, dan kami akan menyiapkan laporan kepada Komisi Yudisial atas putusan tersebut.
Selanjutnya, Bintang mengatakan bahwa, Putusan Hakim dengan memperhatikan adanya upaya perdamaian yang dilakukan itu tidak tepat dan tidak berbobot.
Jika perdamaian menurut terdakwa hanya dinilai dengan adanya upaya untuk mengganti kerusakan karena merasa punya uang tanpa adanya penyesalan yang mendalam dengan dibuktikan dengan mendatangi korban tanpa adanya arogansi dan sifat tidak dewasa karena merasa anak pejabat BUMN, itu merupakan upaya yang sudah dilakukan dari tahap penyidikan dan tidak mungkin berhasil.
Karena Korban dan seluruh kuasa hukumnya dapat merasakan sifat baik dan jiwa Satria tidak dimiliki Terpidana. Pleidoi Terdakwa (Muhammad Satryo Prawindra bin Arief Hidayat) dengan menyampaikan adanya upaya perdamaian merupakan upaya yang tidak seimbang dengan kenyataan.
Perdamaian itu harus didasarkan pada keikhlasan bukan arogansi dari terdakwa karena merasa punya banyak uang dapat seenaknya menabrakan mobilnya ke mobil korban dengan sengaja.
Jika menginginkan perdamaian, seharusnya diselesaikan sesaat setelah menabrakan mobilnya dengan tulus mengucapkan maaf.
Di samping itu, pernyataan adanya upaya perdamaian di persidangan bertolak belakang dengan di luar persidangan, bahwa tidak adanya itikad baik dari terdakwa untuk mendatangi korban sampai saat ini dengan meminta maaf dan menyesali perbuatannya. Oleh karenanya pernyataan adanya upaya perdamaian tersebut menambahkan fakta rentetan kebohongan Muhammad Satryo di persidangan. tegas bintang
Menurut Asep Mulyana S.H. Putusan PN tersebut sudah membuktikan adanya niat jahat dari terdakwa yang tidak termaafkan dengan hanya berniat memberikan uang semata.
Namun dengan tidak ditahannya Terpidana dari tahapan penyidikan, sampai putusan menjadikan tanda tanya besar bagi dunia hukum bahwa Sistem Peradilan Pidana di Indonesia terlihat lumpuh total.
Kemudian menurut Andi Suhernandi, aksi kuasa hukum Terpidana yang menjawab hanya pikir- pikir dulu terhadap putusan Hakim sebetulnya menyetujui Terpidana tidak dipenjara.
Namun, seharusnya Jaksa berani melakukan upaya banding yang seharusnya dilakukan, dan Majelis hakim juga seharusnya menanyakan hal tersebut ke Jaksa.
Jika Banding tidak dilakukan maka kami akan melaporkan kepada bidang pengawasan kejaksaan mengingat terhadap perbandingan yang sangat mencolok apabila pengerusakan dilakukan oleh orang lain yang tidak memiliki koneksi kekuasaan apapun, mengapa orang lain tersebut mendapatkan hukuman penjara. (Red./Azay)
Discussion about this post