KAB BANDUNG, METROJABR.ID – Tidak transparannya pengalokasian dan penggunaan dana penanganan Covid-19 oleh Pemkab Bandung membuat DPRD Kabupaten Bandung sempat menggulirkan rencana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki pengalokasian dan penggunaan dana Covid-19 yang disebut-sebut mencapai Rp 205 miliar.
Namun usulan pembentukan Pansus yang awalnya digagas oleh beberapa orang anggota DPRD Kabupaten Bandung, kemudian didukung oleh 29 orang anggota DPRD Kabupaten Bandung itu, bak lenyap ditelan bumi, hanya dalam hitungan hari.
Suara usulan pembentukan Pansus yang awalnya terdengar lantang, seolah redup lalu terdengar sayup-sayup bahkan kemudian tak terdengar lagi ketika usulan berada di tangan pimpinan DPRD yang terdiri dari Sugianto (Ketua DPRD/Fraksi Golkar), Yayat Hidayat (Wakil/F-Gerindra), Wawan Ruswandi (Wakil/F-PKS) dan Henhen Asep Suhendar (Wakil/F-PDIP).
Berdasarkan hasil penelusuran BandungKita.id, usulan pembentukan Pansus itu ditolak dan tidak disetujui oleh pimpinan dewan yang membahas usulan tersebut melalui mekanisme Badan Musyawarah (Bamus). Pimpinan dewan dan hasil Bamus menilai pembentukan Pansus tidak dibutuhkan karena fungsi pengawasan DPRD bisa dilakukan oleh masing-masing komisi.
Tak hanya itu, alasan penolakan usulan pembentukan pansus itu juga karena pimpinan DPRD menyebut usulan pembentukan Pansus itu tak etis dilakukan DPRD karena anggota DPRD merupakan bagian dari Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19 Kabupaten Bandung. Hasilnya, usulan pembentukan Pansus itu pun tetap ditolak alias tak berlanjut.
Namun menurut sejumlah anggota dewan yang enggan disebutkan namanya, kedua alasan yang digunakan pimpinan DPRD untuk menolak usulan pembentukan pansus hanya alibi. Pasalnya, kedua alasan itu tak sepenuhnya diterima 29 anggota dewan pengusul Pansus Covid-19.
Salah seorang anggota DPRD Kabupaten Bandung yang enggan disebutkan namanya mengatakan menguapnya rencana pembentukan Pansus Covid-19 disebabkan karena adanya “pembungkaman” yang dilakukan pihak eksekutif kepada para anggota dewan yang terhormat.
Para wakil rakyat, kata dia, rupanya “dibungkam” oleh amplop eksekutif berisi sejumlah uang dalam amplop bergambar Bupati Dadang Naser dan istri bupati yang juga bakal calon Bupati Bandung, Kurnia Agustina Dadang Naser atau Teh Nia.
Oleh sejumlah anggota dewan, amplop bergambar Dadang Naser dan Kurnia Dadang Naser itu disebut sebagai uang THR (Tunjangan Hari Raya) yang ketika itu memang dibagikan menjelang lebaran.
Oleh sebagian anggota dewan dan aktivis di Kabupaten Bandung, kasus ini disebut “THR Gate” atau “skandal THR”. Isu suap dalam kemasan THR itu pun menyeruak ke permukaan dan berhembus kencang.
Menurut anggota dewan tersebut, amplop berisi uang tunai tersebut didistribusikan oleh Ketua DPRD Kabupaten Bandung Sugianto kepada para Ketua Fraksi. Ia menyebut “uang THR” itu dibagikan di ruangan Ketua DPRD pada 20 Mei 2020 lalu atau hanya dua hari menjelang idulfitri atau lebaran.
Ketika itu, menurut dia, Sugianto memanggil para Ketua Fraksi di DPRD Kabupaten Bandung sekitar pukul 12.30. Selanjutnya, ketika bertemu dengan para Ketua Fraksi itu, ungkap dia, Sugianto kemudian menyerahkan sejumlah amplop yang didalamnya terdapat sejumlah uang.
Uang dalam amlop bergambar Bupati Dadang Naser dan istrinya Teh Nia itu kemudian diminta untuk dibagikan kembali kepada masing-masing anggota fraksinya. Masing-masing fraksi memperoleh amlop sesuai jumlah anggota fraksinya.
“Jika misalkan anggota Fraksinya ada lima orang, maka dapat lima amplop. Yang saya tahu tiap amplop isinya Rp 2 juta. Amplopnya bergambar Dadang Naser dan Nia. Dan (amplop) itu disebutkan dari eksekutif,” ungkap anggota dewan yang mewanti-wanti namanya tidak disebut itu.
Peran Ketua DPRD Kabupaten Bandung
Meski berlabel “uang THR”, kata dia, ia menduga ada udang di balik batu. Ia mensinyalir ada motif atau tujuan terselubung di balik pembagian amplop berisi uang itu yakni agar para anggota dewan khususnya 29 orang anggota dewan pengusul Pansus mau menghentikan usulan pembentukan Pansus Covid-19 tersebut.
Ia menyebut “intervensi eksekutif” yang menginginkan agar usulan Pansus dihentikan itu disampaikan oleh Ketua DPRD Sugianto kepada para ketua fraksi. Para Ketua Fraksi kemudian diminta untuk menyampaikan keinginan eksekutif itu kepada para anggota fraksinya.
“Jadi baru menyadari belakang bahwa amplop THR itu hanya kedok. Tapi sebenarnya eksekutif minta agar pansus dihentikan. Ini bagi saya penghinaan. Dan ini jelas gratifikasi atau suap dari eksekutif kepada anggota dewan. Makanya saya menolak uang itu,” kata dia.
Ia mengaku sempat menyarankan rekan-rekan di fraksinya dan sesama anggota DPRD lain agar mengembalikan pemberian uang dalam amplop bergambar Bupati Dadang Naser dan Nia itu agar tidak terjebak dalam pusaran isu suap tersebut.
Hasilnya, sebagian mengembalikan karena khawatir terjerat gratifikasi dan sebagian lainnya diketahui tetap menerima uang berbau “sogokan” itu.
“Pembagian uang itu dilakukan satu hari menjelang pelaksanaan rapat pembahasan apakah pansus itu disetujui atau ditolak. Saya menduga uang itu berpangaruh terhadap pengambilan keputusan. Hasilnya, usulan pansus akhirnya ditolak karena sebagian anggota dewan di Bamus sudah “masuk angin”, beber anggota dewan tersebut.
“Bayangkan saja, suara mayoritas 29 anggota dewan pengusul, tiba-tiba ditolak oleh pimpinan dewan dan anggota Bamus. Ini sangat janggal. Di dalam amplopnya ada ucapan selamat idul fitri bergambar DN (Dadang Naser) dan Nia dan uang Rp 2 juta,” ungkapnya.
Ketika ditanyakan kepada anggota dewan lain, kata dia, sebagian anggota dewan tetap menerima karena dinilai uang THR itu merupakan “angpaw” tahunan dari eksekutif sehingga dianggap biasa.
“Katanya tiap tahun juga ada, dulu mah Rp 5 juta katanya. Enggak takut apa sama KPK. Enggak belajar dari kasus DPRD Malang, itu duitnya cuma Rp 12 juta, kecil. Tapi ini lebih besar kalau diakumulasikan, sampai ratusan juta,” tambah dia.
Hal senada diungkapkan oleh anggota dewan lainnya. Anggota DPRD dari salah satu fraksi di DPRD Kabupaten Bandung itu juga mengaku sempat mengetahui adanya “uang haram” dalam amlop bergambar Dadang Naser dan Nia.
“Saya tahu ada uang THR itu dari fraksi. Katanya uang THR dari Ketua DPRD. Tapi anehnya kok amplopnya bergambar Bupati Dadang Naser dan istrinya, Nia. Asumsinya itu dari Bupati atau eksekutif,” ujar anggota DPRD yang juga enggan dibuka identitasnya itu.
Menurut informasi dari fraksinya, kata dia, amplop berisi uang itu diberikan melalui Ketua DPRD Sugianto kepada para Ketua Fraksi. Namun karena tidak semua Ketua Fraksi hadir, ada juga amplop yang disusulkan ke ruangan fraksi.
“Amplop itu diserahkan ajudan Ketua Dewan ke ruangan fraksi karena ketika itu ketua fraksi kami tidak menghadiri ketua dewan di ruangannya,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan seluruh anggota fraksinya memperoleh jatah masing-masing satu amplop. Ketika dibuka, kata dia, tiap amplop berisi uang tunai sebesar Rp 2 juta.
“Di Fraksi kami dapat Rp 2 juta per orang. Enggak tahu fraksi lain. Tapi saya dan rekan-rekan di fraksi enggak ambil. Karena kami menilai itu gratifikasi atau suap. Sumbernya pun enggak jelas. Uangnya sudah dikembalikan,” kata politikus dari salah satu partai besar itu.
Secara pribadi ia mengaku sangat tersinggung dengan upaya suap dan “pembungkaman” para anggota dewan terutama 29 orang anggota dewan pengusul Pansus oleh pihak eksekutif tersebut.
Ia pun mengaku tidak habis pikir dengan anggota dewan lainnya yang justru dengan senang hati menerima “angpaw” yang isinya tidak seberapa untuk “menyogok” agar para wakil rakyat menghentikan usulan pembentukan Pansus Covid-19.
“Padahal kami memandang Pansus Covid-19 ini sangat penting karena ini menyangkut uang rakyat yang tidak sedikit. Kami hanya ingin keterbukaan dan mengawasi betul-betul penggunaan anggaran Covid-19 karena rentan potensi penyelewengan,” beber dia.
Sikap Fraksi DPRD
Berdasarkan informasi yang dihimpun BandungKita.id, sejumlah fraksi DPRD Kabupaten Bandung yang menerima uang THR itu sudah mengembalikan amplop berisi uang itu. Namun sebagian fraksi lainnya diduga tetap menerima “uang haram” tersebut.
Beberapa fraksi mengakui adanya pemberian uang THR beramplop Bupati Dadang Naser dan Teh Nia tersebut. Mereka mengakui sempat menerima, namun kini sudah dikembalikan. Seperti yang diungkapkan Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Bandung.
Disinggung BandungKita.id, apakah Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Bandung menerima uang THR dari eksekutif yang diberikan melalui Ketua DPRD Sugianto, Fraksi Demokrat mengakui adanya pemberian uang THR itu, namun sudah dikembalikan.
“Tidak. Kesepatan semua anggota fraksi tidak menerima,” ujar Ketua Fraksi Demokrat, Osin Permana saat dihubungi BandungKita,id melalui pesan WhatsApp.
Hal senada juga diungkapkan Fraksi Nasdem. Fraksi Nasdem mengakui sempat mendapat titipan amlop THR bergambar Bupati Dadang Naser dan istrinya Kurnia Agustina atau Nia yang diberikan ajudan Ketua DPRD Kabupaten Bandung.
“Kami di Fraksi Nasdem sempat menerima titipan amplop itu. Tapi kami sepakat mengembalikannya karena kami khawatir itu gratifikasi. Kami sudah mengembalikan, enggak tahu kalau fraksi lain,” kata Sekretaris Fraksi Nasdem, Bambang Tri Pamungkas.
Selain Fraksi Demokrat dan Nasdem, fraksi lainnya yang diketahui sudah mengembalikan amplop berisi uang THR berbau sogokan adalah fraksi PDIP. Beberapa fraksi lainnya belum diketahui sikapnya.
Sejumlah Ketua Fraksi yang dihubungi BandungKita.id memilih menghindar dan tidak menjawab pertanyaan BandungKita.id soal apakah fraksinya menerima atau tidak pemberian uang THR dalam amplop bergambar Bupati Dadang Naser dan Nia tersebut.
Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kabupaten Bandung, Praniko tidak menjawab pertanyaan tertulis yang dikirim BandungKita.id tersebut. Praniko diketahui sudah membaca pesan yang dikirim BandungKita.id melalui pesan WhatsApp, namun ia sama sekali tidak membalasnya.
Begitu pun dengan Ketua Fraksi PKB, Renie Rahayu. Seperti halnya Praniko, Renie juga sudah membaca pesan yang berisi upaya konfirmasi BandungKita.id soal apakah fraksinya menerima uang THR tersebut. Namun hingga Senin (22/6/2020), Renie tidak menjawab pesan yang dikirim BandungKita.id.
Sementara Fraksi PDIP tidak menjawab dengan tegas. Ketua Fraksi PDIP Dadan Konjala meminta BandungKita untuk menghubungi pimpinan DPRD.
“Tidak ada Kang. Info lanjut silakan hubungi pimpinan saja biar jelas,” kata Dadan.
Argumentasi Ketua DPRD Sugianto
Terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Sugianto mengakui adanya pemberian uang untuk anggota DPRD Kabupaten Bandung tersebut. Namun dengan diplomatis, Sugianto menyebut, kasus pemberian amplop THR itu sudah diselesaikan dengan anggota dewan.
“Saya pikir itu (THR), eu…apa namanya eu…eu, bukan hal yang diada-ada. Tapi sudah diklarifikasi posisi-posisi itu di internal dewan. Sudah dikembalikan ke normal. Sudah clear,” kata Sugianto saat diwawancara BandungKita.id di ruang kerjanya akhir pekan lalu.
Disinggung apakah pemberian THR beramplop Bupati dan istrinya Nia berkaitan dengan rencana pembentukan Pansus Covid-19, Sugianto membantahnya. Menurutnya, uang THR yang dibagikan tidak untuk membungkam anggota dewan atau untuk mempengaruhi keputusan diterima atau ditolaknya usulan Pansus tersebut.
“Enggak ada urusan. Saya perlu sampaikan ke publik, tidak ada urusan. Semua ini mekanisme sudah berjalan. Kalau pun ada mis, bisa didiskusikan di forum rapat DPRD, dan ini sudah kami lakukan. Sekali lagi tidak ada urusan apa-apa, semua sudah berjalan sesuai mekanisme,” ujar politikus Partai Golkar itu.
Ia menambahkan, “Saya pikir tidak ada korelasi antara pansus dengan yang disebut-sebut ada THR. Tidak terjadi seperti itu (THR untuk menghentikan pansus). Yang jelas bagi kami semua koridor berjalan, mekanisme DPRD, tugas pengawasan, tugas legislasi, tugas bujeting ini tetap berjalan normal,” tambah Sugianto.
Sugianto menegaskan pemberian THR untuk anggota DPRD Kabupaten Bandung itu sama sekali tidak berkaitan dengan ditolaknya usulan pembentukan Pansus. Ditolaknya usulan Pansus itu, sebut dia, sudah sesuai mekanisme DPRD karena dibahas dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRD.
“Enggak ada urusan, saya tidak ada kata-kata, kalimat, instruksi apa pun. Dalam hal ini semua fraksi punya hak untuk menyampaikan pendapat dalam forum rapat. Semua diputuskan dengan rapat. Bukan otoritas seseorang, bukan otoritas kelompok, tapi semua mekanismenya rapat. Dan siapa yang merasa dibungkam, sampai hari ini tidak ada,” bantah Sugianto.
Lagian, kata dia, usulan pembentukan Pansus Covid-19 itu dinilai kurang etis dilakukan anggota DPRD. Sebab, anggota DPRD merupakan bagian dari struktur Gugus Tugas bersama-sama dengan pihak eksekutif.
“Intinya bagaimana DPRD memposisikan bersama-sama dengan eksukitif menjadi bagian dari Gugus Tugas, intinya kan disana. Kalau kita bagian Gugus Tugas, masa kita harus menghabisi diri kita sendiri. Artinya kita sama-sama. Adapun tugas pengwasan kan tadi ada mekenisme,” tutur anggota Fraksi Golkar itu.
Ditanya soal perannya sebagai orang yang disebut-sebut diduga yang membagikan uang THR titipan eksekutif kepada para Ketua Fraksi di DPRD, Sugianto punya jawaban sendiri.
“Saya pikir eu…eu…eu…harus diakuratkan dari sumbernya. Saya barangkali, itu harus dibuktikan dulu kondisi-kondisi seperti itu. Tidak dikembangkan seperti itu. Sekali lagi tugas DPRD ini dalam koridor,” ujarnya dengan kata terbata-bata.
Dari Mana Sumber Uang THR Itu?
Lalu dari mana sumber uang THR yang dibagikan kepada para wakil rakyat yang terhormat itu? Apakah benar sumber uang itu berasal dari eksekutif seperti yang diungkapkan sejumlah anggota dewan? Terlebih, ada foto Bupati Dadang Naser dan istrinya Teh Nia yang juga bakal calon bupati Bandung dari Partai Golkar di amplop berisi uang itu.
Sugianto enggan membuka sumber uang THR senilai ratusan juta rupiah tersebut.
“Tidak ada sumber dari mana-mana. Semua sudah dikembalikan ke normal. Sudah diklarifikasi posisi-posisi itu di internal dewan. Sudah clear,” ucapnya.
Disinggung pemberian THR itu berbau gratifikasi dan suap karena dinilai merupakan “sogokan” untuk menghentkan usulan pansus Covid-19, Sugianto bergembing.
“Ya tergantung sih, tergantung arahnya ke mana. Kalau tujuan tertentu misalkan membungkam, bisa saja disebut gratifikasi. Kalau selama ini tidak ada yang terbungkam, kalau misalkan tidak ada yang terhalangi ya tidak. Selama ini temen-temen (DPRD) bebas menyampaikan pendapat,” ujar Kang Sugih sapaan akrabnya.
“Makanya sudah diklarifikasi itu tidak terjadi. Dan ke depan ini jadi sebuah cerminan. Berita-berita yang menurut saya perlu diluruskan juga, ini tidak terjadi. Dan saya bersyukur artinya kita menjaga independensi dan sekali lagi tugas dewan lancar,” tambah dia.
Ternyata THR untuk Dewan Sudah Tradisi
Sugianto mengakui pemberian THR untuk anggota dewan itu sebenarnya sudah tradisi atau rutin dilakukan sejak beberapa tahun terakhir. Bukan hanya kali ini terjadi. Namun istilahnya bukan uang THR.
“Itu mah kan dulu. Eu..eu..eu..tentunya barangkali bukan, bukan apa namanya. Bukan sebagai istilah THR yang selalu digemborkan. Itu wilayah-wilayah yang sudah lama, kebijakan lama. Dan hari ini (soal THR) sudah diklarifikasi, semua ngobrol yang terbaik supaya kita sama-sama menjaga kelembagaan DPRD,” bebernya dengan suara terputus-putus.
Bagaimana sikap Ketua DPRD Kabupaten Bandung bila ada pihak yang melaporkan atau kasus pemberian uang THR berbau suap dan gratifikasi itu bergulir ke aparat penegak hukum seperti KPK?
“Saya tidak mau berandai-andai. Saya sudah klarifikasi, tidak berandai-andai ada yang melaporkan. Yang jelas kami sudah melakukan komunikasi dengan temen-temen fraksi, sehingga semuanya sudah tuntas, clear tidak ada masalah lagi,” ungkap Sugianto yang juga berasal dari partai yang sama dengan Bupati Dadang Naser.
Pengamat : Itu Jelas Suap dan Melanggar UU Tipikor, KPK Menanti
Pengamat pemerintahan dan anggaran dari Center for Budget Analysis (CBA) Indonesia menilai pemberian uang THR dari pihak eksekutif kepada anggota DPRD jelas merupakan kategori suap dan gratifikasi.
“Itu jelas gratifikasi dan suap. Yang memberi bisa dijerat suap, yang menerima gratifikasi. Dua-duanya bisa dijerat,” kata Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi
Menurutnya, pemberian THR berbau “sogokan” itu bertentangan dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Pasal 5 jo Pasal 12 huruf a dan b yang menyatakan, baik pelaku pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana.
Dalam pasal 5 UU Tipikor disebutkan “dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta dan paling banyak 250 juta setiap orang yang :
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, atau
b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Bahkan dalam pasal 12 UU Tipikor, kata Uchok disebutkan bahwa dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan dipidana paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
“Secara logika, tidak mungkin dikatakan ada suatu penyuapan apabila tidak ada pemberi dan penerima suap. Mereka semuanya bisa dijerat pidana,” ungkap Uchok Sky.
Uchok meminta anggota dewan yang tidak menerima angpaw THR agar segera melaporkan dugaan suap dan gratifikasi tersebut ke KPK.
“Saya siap temani ke KPK. Bawa semua barang bukti termasuk amplop bergambar Bupati dan istrinya itu. Saya siap nunggu di Jakarta, nanti saya antarkan ke KPK untuk melaporkan gratifikasi itu. Karena itu jelas suap dan gratifikasi. Nanti tidak dibuka namanya, nama bisa kita tutup. Enggak usah takut,” tandas Uchok.
Pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan pemberian suap kepada anggota DPRD itu, kata dia, bahkan bisa dijerat dengan pasal berlapis karena perannya dinilai ikut merencanakan
Pria yang juga dikenal sebagai aktivis anti korupsi itu mengaku tidak habis pikir bila ada anggota DPRD Kabupaten Bandung yang menerima uang THR yang tidak seberapa itu. Menurutnya, pemberian uang THR senilai Rp 2 juta per anggota dewan itu melecehkan posisi para anggota dewan.
“Nilai Rp 2 juta itu sangat menghina anggota dewan. Dukungan rakyat itu nilainya enggak bisa diukur dengan uang segitu. Itu menghina sekali, melecehkan. Kasian saya ke anggota dewannya. Maka harus dilaporkan ke KPK. Uang haram itu,” ujar dia.
Ia pun berpandangan apa yang dilakukan 29 anggota dewan pengusul pembentukan Pansus Covid-19 sudah sesuai dengan aturan.
“Apa yang dilakukan dewan untuk membentuk Pansus koridornya sudah bener. Bupati itu harus dipanggil itu, jangan sewenang-wenang, jangan seenaknya aja mengeksekusi anggaran Covid-19 karena itu duit rakyat. Udah bener itu usulan Pansus,” kata Uchok.
Mirip Kasus Suap Berjamaah DPRD Kota Malang
Uchok berharap para wakil rakyat yang terlanjur menerima uang haram itu agar segera mengembalikannya sebelum bergulir proses hukum. Apalagi nilainya dinilai receh. Sambil bergurau ia menyebut mendingan kalau nilainya mencapai ratusan juta rupiah per orang.
“Anggota dewan banyak yang kena KPK itu ya seperti ini. Jangan tiru DPRD Kota Malang, anggota dewan Medan. Kayanya anggota DPRD Kabupaten Bandung mau contoh itu,” kata dia.
Seperti diketahui, publik sempat dikejutkan dengan kasus korupsi berjamaah yang menjerat 41 anggota DPRD Kota Malang pada 2018 lalu. Meski uang suap yang diterima tidak besar, KPK akhirnya menjerat 41 anggota DPRD Kota Malang akibat diduga menerima suap.
Ketika itu, KPK juga menetapkan pihak yang diduga pemberi suap yakni Wali Kota Malang non aktif, M Anton. Masing-masing anggota menerima 12,5 – 59 juta dari Anton. Uang itu disinyalir terkait suap persetujuan penetapan APBD-P Malang.
“Kalau tidak segera mengembalikan bisa kena walau nilainya kecil. Bisa berlanjut ke pidana itu kaya DPRD Malang,” ujar Uchok.
Pemkab : Maaf Kami Tidak Bisa Memberi Penjelasan
Hingga berita ini diturunkan, belum ada respon atau tanggapan dari pihak eksekutif terkait tudingan sejumlah anggota dewan mengenai asal pemberian uang THR yang diduga berasal dari eksekutif tersebut.
Upaya BandungKita.id untuk meminta konfirmasi secara langsung kepada Bupati Dadang Naser pun belum berhasil. Upaya konfirmasi tertulis yang dikirim BandungKita.id melalui pesan WhatsApp yang dikirim ke nomor ajudan Bupati Dadang Naser yang bernama Hermawan pun tidak mendapat respon positif.
Ketika BandungKita.id berupaya menghubungi Bupati melalui sambungan telepon, sang ajudan menolaknya.
“Punten, lagi banyak tamu,” kata Hermawan melalui pesan WhatsApp yang dikirim kepada BandungKita.id, Senin (22/6/2020).
Ia meminta BandungKita.id untuk menghubungi Humas Pemkab Bandung perihal konfirmasi hal tersebut sambil mengirim nomor kontak pejabat Humas Pemkab Bandung.
Dihubungi BandungKita.id, Kasubag Humas dan Pelayanan Media Setda Pemkab Bandung Apep sempat meminta waktu kepada BandungKita.id untuk melaporkan hal tersebut kepada Kabag Humas. Beberapa jam kemudian, Humas Kabupaten memberikan konfirmasi tertulis kepada BandungKita.id
“Terkait informasi adanya dugaan pemberian THR pada anggota dewan, kami pun baru mengetahuinya hari ini. Mohon maaf, kami tidak bisa memberikan penjelasan karena memang kami tidak mengetahui informasi tersebut,” kata Kabag Humas Pemkab Bandung, Dian Wardiana.
“Namun jika mencermati kalimat yang mencantumkan adanya dugaan artinya hal itu masih dalam kerangka mengira-mengira atau menebak kejadian tersebut itu benar atau tidak,” tambah Dia. (ADM/Chandiny)
Discussion about this post