KOTA BANDUNG, METRO JABAR.ID
Direktur Utama PD Pasar Bermartabat Kota Bandung, Herry Hermawan mengaku kesulitan menjaga para pedagang dan pembeli menerapkan physical distancing saat berada di pasar. Meski begitu, pihaknya terus berikhtiar secara optimal dengan mengedukasi pedagang dan pembeli agar mematuhi protokol kesehatan.
“Saya laporkan faktanya bahwa physical distancing di PD Pasar bagi para pedagang maupun para pembeli sangat sulit dilakukan. Ikhtiar optimal yang kita lakukan paling adalah mengedukasi tidak terbatas kepada setiap pedagang maupun pembeli. Pertama selalu memakai masker, menjaga jarak, kemudian juga selalu mencuci tangan dengan sabun dan menggunakan hand sanitizer,” ujar Herry, Jumat (1/5/2020).
Herry mengaku, terus mengedukasi para pedagang agar mereka menggunakan kaos tangan saat melakukan transaksi.
“Cuma pada kenyataannya, banyak sekali pedagang ketika kami (petugas PD Pasar, red) ada, mereka memakai masker dan ketika kami tidak ada disitu mereka buka masker dan ngobrol seperti biasa. Hal-hal inilah yang menjadi perhatian kita semua, para pedagang pasar dan para pembeli harus disiplin memakai maker, disiplin menjaga jarak dan tidak berkerumun saat selesai bertransaksi langsung pulang,” tuturnya.
Terkait kemungkinan penerapan jaga jarak seperti di Pasar Pagi Salatiga yang juga terinspirasi dari Myanmar, Herry menyebut bila pedagang kaki lima atau pedagang pasar tumpah bukan berada di bawah otoritas PD Pasar Bermartabat, tapi kewenangannya berada di kewilayahan.
“Yang menjadi otoritas atau pengelolaan dari PD Pasar Bermartabat hanya yang berada dalam teritori pasar, batasnya pagar ke dalam pasar itu teritoria kita,” ungkapnya.
Tugas PD Pasar kepada pedagang yang berada dalam kewenanangannya adalah melakukan pembinaan dan mengedukasi. Pihaknya pun berhak menarik retribusi pada pedagang yang berada di dalam pasar.
“Tapi bagi pedagang pedagang pasar tumpah atau yang kita sebut PKL yang ada di jalan-jalan itu menjadi tanggung jawab kewilayahan di mana retribusi atau pendapatannya sendiri tidak masuk ke PD Pasar,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kata Herry, untuk memperlakukan pedagang pasar tumpah seperti yang diterapkan di Myanmar atau salatiga bisa saja dilakukan bila memliki lahan yang luas.
Penerapan jaga jarak ini hanya bisa dilakukan pada PKL atau Pasar tumpah, bukan pedagang yang sudah memiliki kios di dalam pasar. Karena alokasi kios atau lapak pedagang pasar sudah jelas dan tidak mungkin diatur jadi lebar, physical distancingnya tidak bisa dilakukan dengan jarak dua meter antar pedagang.
“Kalau pedagang yang ada di jalan mungkin bisa dilakukan kalau lahan yang luas. Di kita tau sendiri, jalan- jalan di Kota Bandung tidak ada yang luas, mungkin di kita jalan utama seperti jalan Merdeka atau Asia Afrika bisa dilakukan phyiscal distancing dengan jarak dua meter antar pedagang,” ungkapnya.
Ia kembali menegaskan, hal itu hanya bisa dilakukan untuk PKL atau pedagang pasar tumpah.
“Tapi menurut saya agak sangat sulit dilakukan karena contohlah pasar tumpah di jalan Sudirman itu juga kan walau jalannya luas tetap aja mereka bergerombol,” ungkapnya.
Bila ada program pemerintah untuk menjadikan jalan yang luas bagi penerapan jaga jarak pedagang pasar tumpah atau PKL, itu sangat bagus. Tapi tentunya harus dikoordinasikan dengan kewilayahan dan pengelola jalan dalam hal ini Dinas Perhubungan karena bukan dalam otoritas PD Pasar.
“Kepada pedagang dan pembeli diimbau agar jaga kesehatan optimal dalam menghindari penyebaran Covid-19 dengan cara mematuhi protokol kesehatan,” jelasnya. (Red./Azay)
Discussion about this post