Metrojabar.id, Bandung – Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat menggelar acara Fokus Group Discussion (FGD) bertempat di Aula Harian Umum Pikiran Rakyat (PR) Jl. Asia Afrika kota bandung, rabu (4/03/2020), dengan tajuk “Kajian Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP), tampak hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut : Komisioner Komisi Informasi Pusat RI, Arif Adi Kuswardono, Pakar Hukum Tata Negara UNPAR, Prof Asep Warlan Yusuf, Pakar Hukum UNPAD, Dr. Sinta Dewi, Mantan Anggota Komisi 1 DPR RI, Dr. Dedi Djamaludin Malik, dan Dosen UIN SGD Bandung, Dr. Dewi Kania, SH, MH.
Ketua Komisi Informasi Jawa Barat, Ijang Faisal mengatakan bahwa di era data dan informasi yang semakin berkembang belakangan ini, perlindungan data pribadi merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Perlindungan tersebut bukan hanya bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), tetapi merupakan amanat dari konstitusi negara Republik Indonesia.
Dijelaskannya, Undang -Undang Dasar (UUD 1945) sudah menerangkan secara jelas mengenai diri pribadi.
“Pasal 28 huruf g UUD 1945 sudah menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi,” penjelasan Kang Ijang.
Lebih lanjut Kang Ijang mengatakan, bahwa acara FGD Perlindungan Data Pribadi ini merupakan inisiasi KI Jabar dalam rangka ikut menjaga data pribadi warga jawa barat, ini perlu dilakukan sebagai konsen kita terhadap RUU PDP ini.
Pada kesempatan yang sama, Komisioner Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia Arif Adi Kuswardono menyampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menyebutkan terdapat unsur data pribadi merupakan informasi yang dikecualikan di dalam Pasal 17 UU KIP.
“Kategori yang di atur pada Pasal 17 UU KIP yaitu Akta Otentik (dibuat dihadapan notaris – red), kemauan terakhir seseorang, dan surat wasiat,” ujar Kang Ijang.
Terhadap Rancangan Undang-Undang PDP ini, Prof Asep Warlan berpandangan bahwa RUU PDP tersebut belum menyentuh secara substansi sehingga belum layak untuk dibahas di DPR untuk menjadi Undang-undang. Lebih lanjut Prof Asep mengatakan bahwa di dalam draft RUU PDP tersebut tidak ada kejelasan yang membedakan antara data pribadi dan data privasi, kemudian tidak ada instrumen yang jelas untuk melindungi data pribadi tersebut, kalau pun ada ancaman ternyata tidak substansif melindungi korban tetapi lebih pada ancaman dan denda saja padahal denda dan ancaman kurungan tersebut lebih pada keuntungan negara sedangkan korban tidak mendapatkan apa-apa padahal RUU PDP seharusnya mendorong untuk kesejahteraan rakyat sehingga dengan adanya UU PDP ini hak rakyat terlindungi sehingga rakyat bisa nyaman, tentram dan sejahteta.
Sedangjan nara sumber lainnya menyoroti seputar masalah politik hukum, data privasi, data pribadi latar belakang bergulirnya RUU Perlindungan Data Pribadi, serta sudut pandang dari masing-masing bidang.(iwnaruna/Azay)
Discussion about this post