MALUKU, AMBON – Metrojabar.id, Bandung – Menjadi kewajiban kita bersama selaku kontrol sosial dalam melihat memantau kebijakan publik. Birokrasi sebagai instrumen pelayanan publik seharusnya mampu melihat apa yang menjadi kebutuhan masyarakat secara ekonomi dan sosial budaya.Sabtu, (29/02/20).
Setiap masyarakat adat berhak melindungi warisan leluhur yang di wariskan secara turun temurun, hal ini di sampaikan pada awak media.
Ketua DPD Maluku LSM PMPR Indonesia, Erpan Tella, S.Sos menegaskan ” Sesuai dengan Pasal 70 UU No 23 Tahun 2009, Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Peran Masyarakat dapat berupa, Pengawasan Sosial, Saran Pemberian, Usul, Keberatan, Pengaduan; dan/atau penyampaian informasi atau Laporan.” Ujarnya.

Lanjutnya “Peran masyarakat dilakukan untuk, meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan.’ Menumbuhkan kemampuan dan kepeloporan Masyarakat’ Menumbuhkan ketanggapsegeraan Masyarakat untuk melakukan pengawasan social dan’ Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian lingkungan hidup.” Jelas Tella.
Persoalan Illegal Logging di Maluku itu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk di perangi sebelum pulau seram bernasib sama dengan daerah lain di Indonesia” tegas Tella.
Tella juga mengatakan, seluruh pengusaha harus di hukum keras jika kedapatan melakukan pelanggaran, sesuai ‘ Ketentuan hukum pidana yang dapat diberlakukan terhadap pelanggaran illegal logging melalui penerapan sanksi menurut UU yaitu berdasarkan Pasal 18 PP No. 28 Tahun 1985 dan Pasal 78 UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, yakni barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c. diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Dengankata lain, barang siapa dengan sengaja memanen, menebang pohon, memungut, menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga dari kawasan hutan, diancam dengan hukuman dengan penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).” Tutur Tella.
Secara kelembagaan Tella akan menyurati Dewan Pimpinan Pusat, (DPP) LSM PMPR Indonesia jika persoalan ini belum juga selesai, dan pihak Kepolisian Daerah Maluku belum membebaskan masyarakat adat yang berusaha melindungi hutan mereka dari penebangan kayu oleh pihak perusahaan yang kemudian mereka merasa terancam tersebut.” Ujarnya.
Bupati Se-Maluku dan Gubernur serta DPRD seharusnya tidak serta merta memberikan rekomendasi untuk melakukan penebangan kayu di hutan Maluku mengingat kekayaan adat di Maluku yang sampai saat ini masi harus terus digali kekayaan budayanya sehingga akan fatal jika pemda Maluku hanya melihat sebelah mata.” Beber Tella.
Dirinya berharap Kapolda Maluku segera memberikan para Pahlawan Adat yang berusaha melindungi hak hak mereka yang kemudian di polisikan oleh Bos CV. Sumber Berkat Makmur (SBM) tersebut. Dia juga meminta Gubernur Maluku mengeluarkan surat resmi agar perusahaan tersebut angkat kaki dari kabupaten Seram Bagian Timur.” Pungkas Erpan Tella, S.Sos, Ketua DPD Maluku LSM PMPR Indonesia.
Ditempat terpisah Ketua Umum DPP LSM PMPR Indonesia, Rohimat/Joker mengatakan” Kami terus memantau perkembangan pergerakan di daerah Maluku karena berdasarkan pantauan DPP setiap tahun Provinsi Maluku kerap terjadi penebangan kayu yang merusak tempat-tempat tradisional adat Maluku sehingga ini menjadi catatan kritis yang harus di perjuangkan”. Tutupnya. (Red/MJ)
Discussion about this post