METROJABAR.ID- Pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kenaikan PPN ini diperkirakan akan berdampak pada daya beli masyarakat dan berpotensi meningkatkan angka pengangguran.
Menurut Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, kebijakan ini kurang tepat diterapkan tahun depan, mengingat kondisi daya beli masyarakat yang masih lemah. “Kenaikan tarif PPN akan mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan masyarakat, yang akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi,” ujar Nailul. Ia juga menambahkan bahwa kebijakan ini berisiko meningkatkan pengangguran, yang akan membatasi kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2024, jumlah pengangguran di Indonesia tercatat 7,20 juta orang, atau 4,82 persen dari total angkatan kerja.
Di sisi lain, Dwi Astuti – Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, menjelaskan bahwa meskipun kebijakan ini sudah diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), implementasinya akan mengikuti pemerintahan baru yang akan datang.
Menurut data dari Organization of Economic Co-operation and Development (OECD), meski tarif PPN di Indonesia akan naik menjadi 12 persen, angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Pada akhir 2022, OECD mencatat rata-rata tarif PPN di negara anggota sebesar 19,2 persen. Namun, tarif PPN di Indonesia tetap lebih tinggi dibandingkan beberapa negara Asia, seperti Jepang dan Korea Selatan yang menerapkan tarif 10 persen. Negara-negara lain seperti Australia (10 persen), Swiss (7,7 persen), dan Kanada (5 persen) juga memiliki tarif PPN yang lebih rendah.
Beberapa barang dan jasa akan tetap bebas dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), meskipun tarif PPN naik menjadi 12% pada 2025 sesuai dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa sektor-sektor yang tidak dikenakan PPN antara lain mencakup barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan, meskipun tarif PPN meningkat dari 10% menjadi 12%, barang-barang tersebut tetap bebas PPN sebagai bentuk perlindungan. “Masyarakat mungkin mengira semua barang dan jasa dikenakan PPN, tetapi sebenarnya UU HPP dengan jelas menyebutkan bahwa barang-barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi tidak dikenakan PPN,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers RAPBN 2025 pada 19 Agustus 2024.
Ia juga mengakui bahwa banyak orang tidak mengetahui adanya pembebasan PPN untuk beberapa barang dan jasa ini, meskipun manfaatnya dirasakan lebih banyak oleh kalangan menengah ke atas, sementara kalangan bawah telah mendapatkan bantuan sosial (bansos).
“Jadi kalau membayangkan oh PPN kemarin 10% ke 11%, dan di UU HPP akan menjadi 12%, barang-barang itu tidak terkena PPN. Jadi itu memproteksi,” ucap Sri Mulyani.
“Jadi banyak masyarakat yang menganggap semua barang jasa kena PPN, tapi sebenarnya UU HPP sangat menjelaskan, barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, transportasi, itu tidak kena PPN,” tegas Sri Mulyani.
Terdapat beberapa barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN sebesar 12 persen. Daftar barang-barang tersebut diatur dalam UU HPP serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 16 Tahun 2017 yang mengatur barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN.
Daftar Barang dan Jasa yang Tidak Kena PPN 12% dalam UU HPP Pasal 4A:
- Makanan dan Minuman : Makanan dan minuman yang tersaji di restoran, hotel, warung, rumah makan, dan sejenisnya, baik yang dikonsumsi di tempat atau dibawa pulang. Ini juga mencakup makanan dan minuman yang diserahkan pada usaha catering atau jasa boga, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
- Uang dan Emas Batangan : Uang, emas batangan yang digunakan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.
- Jasa Keagamaan : Jasa yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan.
- Jasa Kesenian dan Hiburan : Semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
- Jasa Perhotelan : Jasa penyewaan kamar atau ruangan di hotel, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
- Jasa Penyediaan Tempat Parkir : Jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan pemilik atau pengelola tempat parkir kepada pengguna, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
- Jasa Pemerintah : Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah berdasarkan kewenangannya sesuai peraturan perundang-undangan.
- Jasa Boga atau Katering : Semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
Daftar Barang yang Tidak Kena PPN 12% dalam PMK 116/2017:
- Beras dan Gabah : Beras dan gabah, baik berkulit, dikuliti, disosoh, dikilapkan, setengah giling, atau digiling, pecah, menir, atau salin yang cocok untuk disemai.
- Jagung : Jagung, baik yang dikupas maupun belum, termasuk pipilan, pecah, menir, dan tidak termasuk bibit.
- Sagu : Empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung bubuk, dan tepung kasar.
- Kedelai : Kedelai berkulit, utuh, atau pecah, selain benih.
- Garam Konsumsi : Garam konsumsi, baik yang beryodium atau tidak, termasuk garam meja dan garam yang didenaturasi untuk konsumsi atau kebutuhan pokok.
- Daging : Daging segar dari hewan ternak dan unggas, baik dengan atau tanpa tulang, yang belum diolah, dibekukan, dikapur, didinginkan, digarami, diasamkan, atau diawetkan dengan cara lain.
- Telur : Telur yang tidak diolah, diasinkan, dibersihkan, atau diawetkan, tidak termasuk bibit.
- Susu Perah : Susu perah yang telah dipanaskan atau didinginkan, dan tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya.
- Buah-buahan : Buah-buahan segar yang dipetik dan telah dicuci, dikupas, disortasi, dipotong, diiris, atau digrading, selain yang dikeringkan.
- Sayur-sayuran : Sayur-sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dibekukan, disimpan dalam suhu rendah, atau dicacah.
- Ubi-ubian : Ubi-ubian segar yang dicuci, dikupas, disortasi, diiris, dipotong, atau digrading.
- Bumbu-bumbuan : Bumbu-bumbuan segar, dikeringkan, dan tidak dihancurkan atau ditumbuk.
- Gula Konsumsi : Gula konsumsi kristal putih asal tebu untuk konsumsi, tanpa tambahan bahan pewarna atau perasa. (Red./Annisa)
Discussion about this post