KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Dinas Koperasi dan UKM (Diskop UKM) Kota Bandung mencatat masih ada 14.506 warga yang terjerat utang. Belasan masyarakat tersebut terdata melaporkan pada Pemkot Bandung sebagai korban rentenir.
“Sampai dengan tahun 2023 yang mengajukan advokasi ke Satgas Anti Rentenir sudah mencapai di angka 14.506, melaporkan hal korban rentenir,” kata Kepala Diskop UKM Atet Dedi Handiman dalam peresmian Kampung Bersih Rentenir (KBR) di Kelurahan Pasanggrahan, Kecamatan Ujungberung.
Ia menuturkan, dalam rangka mengatasi maraknya masalah korban rentenir, pada tahun 2019 telah dibentuk Satgas Anti-Rentenir. Tugas Satgas ini, yakni berkaitan dengan mediasi advokasi, edukasi, dan fasilitasi kepada para korban rentenir.
Sebab tak bisa dipungkiri, kasus korban rentenir telah memakan banyak korban harta. Bahkan, ada yang kehilangan nyawa karena tak kuasa menanggung lilitan utang kian membengkak. Permasalahan juga lebih kompleks dengan kemudahan pinjaman online (pinjol).
“Dalam perkembangannya, langkah kuratif tidak cukup untuk mengatasi permasalahan korban rentenir. Apalagi dengan berkembangnya teknologi, permasalahan lebih kompleks dengan adanya pinjol ilegal. Maka perlu dilakukan langkah-langkah preventif dibarengi dengan peningkatan ketahanan ekonomi dan literasi masyarakat terhadap akses keuangan legal baik perbankan maupun non-perbankan, terutama koperasi,” kata Atet.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna menegaskan, dalam menyelesaikan masalah jeratan rentenir harus dilakukan secara ‘keroyokan’. Bukan hanya untuk membebaskan, tapi juga melatih agar masyarakat berdaya supaya memiliki kemampuan menopang kehidupan.
Ia mengatakan, rentenir itu ibarat senja. Awalnya begitu menggoda seperti diberikan cahaya kehidupan. Seiring dengan waktu, senja itu menjadi redup dan gelap.
“Dari pinjam Rp3 juta, jadi hilang tempat tinggal karena harus bayar utang yang sudah berbunga sampai Rp500 juta. Bunganya menjerat hingga mematikan kehidupan orang. Ada kasus karena terjerat rentenir sampai mengakhiri hidup lebih cepat,” kata Ema.
Menurut Ema, ini memang siklus dari jeratan rentenir. Sehingga menangani rentenir tidak bisa cukup dengan Satuan Tugas (Satgas).
Ia menjelaskan, Satgas Anti Rentenir idealnya ada di tiap kecamatan, lebih baik lagi jika bisa hadir di kelurahan dengan kolaborasi dari berbagai lini.
“Ada akademisi, lembaga keuangan yang backup, media yang terus mencerahkan. Kuncinya masyarakat harus berdaya, kalau tidak, maka akan kembali lagi ke bank emok (rentenir),” ucapnya.
Maka dari itu mulai lah dimunculkan Kampung Bebas Rentenir (KBR). Hal ini demi meningkatkan ekonomi dan edukasi untuk akses pinjaman yang legal. Sampai saat ini sudah ada dua kecamatan yang memiliki KBR, yaitu Ujungberung dan Sukajadi.
Selama 9 bulan beraktivitas dari Maret-November 2023, KBR Ujungberung telah membentuk kelompok yang sadar untuk melawan pergerakan rentenir. Mereka juga telah memanfaatkan aset tanah hibah milik salah satu warga.
Tanah ini kemudian dijadikan lahan produktif yang ditanam beraneka sayuran atau program buruan sae. Tak hanya itu, kampung ini juga giat memberikan literasi keuangan, edukasi bayar rentenir, budidaya ikan lele, pembuatan produk olahan nugget, warung kuliner, hingga pembentukan usaha warga.
Pemkot Bandung pun memberikan bantuan bibit sayuran sebanyak 100 polybag dan bibit pohon mangga sebanyak 50 batang. Ema berharap, acara peresmian KBR ini tak hanya dalam konteks seremonial. Ia tak ingin mendengar sebulan kemudian ternyata masyarakat terjerat rentenir lagi.
“Harus diberikan pelatihan yang baik. Contoh di Kelurahan Sukagalih dan Sukabungah Kecamatan Sukajadi telah berdaya secara ekonomi. Mereka jadi memiliki keterampilan untuk membuat makanan olahan seperti bakso dan nugget,” paparnya.
Rencananya, KBR di Kota Bandung akan terus dilaksanakan sampai menyebar ke seluruh wilayah Kota. Targetnya, tahun depan bisa 30 kecamatan bersih dari rentenir. Beberapa yang akan disasar yakni Kecamatan Cicendo, Regol, Bojongloa Kaler, dan Cinambo. (Red./Tugiono)
Discussion about this post