KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Manajemen PT Nestle Indonesia buka suara terkait kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja. Melalui pernyataan resminya, perusahaan yang telah berdiri sejak 1971 tersebut mengatakan tengah melakukan penyesuaian bisnis yang mengakibatkan perubahan peran karyawan, termasuk pemangkasan jumlah pekerja.
“Saat ini, perusahaan sedang melakukan penyesuaian bisnisnya. Sebagai hasil dari perubahan ini, dengan menyesal, beberapa peran karyawan akan terdampak,” tulis Manajemen Nestle dalam pernyataannya pada, Senin (13/11/2023) lalu.
Manajemen Nestle tidak menyanggah bahwa pihaknya telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Meskipun Nestle tidak menyebutkan jumlah karyawan yang dirumahkan dan proses pemangkasan tersebut, melalui dialog sesuai undang-undang yang berlaku atau tidak.
Nestle mengeklaim akan meminimalkan dampak dari penyesuaian usaha ini, baik kepada karyawan maupun konsumen dan mitra kerja Nestle.
“Perusahaan akan melakukan yang terbaik untuk meminimalkan dampak dari perubahan ini untuk karyawan dan memastikan tidak ada gangguan dalam pelayanannya terhadap konsumen dan mitra bisnis,” tambah pernyataan tersebut.
Sebelumnya, Federasi Serikat Buruh Makanan dan Minuman (FSBMM) menyebut PT Nestle Indonesia telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 126 karyawannya secara mendadak.
Presiden FSBMM Dwi Haryoto mengatakan dalam proses pemangkasan jumlah pekerja ini, Nestle tidak melakukan dialog dengan pekerja dari waktu yang semestinya sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Dialog tidak dilakukan jauh jauh hari sebelum efisiensi dilakukan, dialog dilakukan 3 hari sebelum pelaksanaan atau pemanggilan kepada pekerja yang terdampak,” tutur Dwi.
Sebanyak 126 karyawan Nestle tersebut merupakan anggota Serikat Buruh Nestle Kejayan Indonesia (SBNKI). Adapun SBNIK merupakan anggota Federasi Serikat Buruh Makanan dan Minuman (FSBMM).
Dalam pernyataan resmi SBNIK yang diterbitkan sebelumnya menyebutkan bahwa SBNIK memaham kinerja Nestle telah menurun dalam beberapa waktu terakhir. Namun pemangkasan karyawan secara mendadak tetap tidak dapat dibenarkan.
“Namun dengan sangat disayangkan, manajemen melakukan efisiensi dalam waktu yang sangat singkat. Pihak perusahaan mengkomunikasikan adanya penurunan bisnis dalam waktu dua minggu terakhir dan akan melakukan efisiensi dari sisi jumlah buruh yang bekerja,” tulis pernyataan tersebut.
Sebanyak 126 karyawan yang merupakan anggota SBNIK tersebut kemudian mendapatkan Surat Pembebasan tugas dari kewajiban bekerja setelah Pengusaha melakukan Townhall Business Update pada tanggal 31 Oktober 2023.
“Hal ini tentunya bertentangan dengan asas pengakuan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, yang mana seharusnya, jauh-jauh hari sebelum adanya efisiensi untuk dilakukan dialog yang konstruktif sekurang-kurangnya 12 bulan sebelum dilakukannya efisiensi untuk dibicarakan dengan Serikat Buruh,” tambah pernyataan tersebut.
Padahal SBNIK mengeklaim sebelumnya telah menyampaikan proposal Perjanjian Kerja Bersama dan National Framework Agreement. Bahkan proposal tersebut pernah dibahas sebelumnya, agar kedua belah pihak dapat melakukan mitigasi pencegahan dampak buruk bagi para buruh di Nestle Indonesia.
“SBNIK sangat menghormati dengan adanya program efisiensi ini jika memang tidak dapat dihindarkan dan meminta agar efisiensi ini dilakukan secara sukarela, bukan wajib ataupun paksaan,” imbuh pernyataan tersebut.
Alasan SBNIK meminta efisiensi dilakukan dengan sukarela lantaran memikirkan hak dan kepentingan buruh harus sebagai prioritas, juga meminimalisir dampak sosial bagi buruh dan anggota keluarganya.
Selain itu, pilihan ini juga agar tetap mengutamakan penghormatan terhadap HAM dalam hal berbisnis, juga agar semua pihak harus berupaya keras untuk tidak ada kasus PHK para buruh.
“SBNIK hanya ingin memastikan anggotanya diperlakukan adil dan diberikan semua kesempatan,” katanya. (Red./Fachrizal)
Discussion about this post