KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Sebanyak 95 karya seni grafis dari 26 seniman dipamerkan di salah satu ruangan di Lawangwangi, Dago, Bandung. Masing-masing 13 seniman berasal dari Bali dan Yogyakarta.
Karya seni grafis itu dihadirkan dalam pameran ‘Tarung Grafis yang dipersembahkan ArtSociates. Mereka bekerja sama dengan Devfto Printmaking Institute dari Ubud Bali yang dirintis Devy Ferdianto dan Miracle Prints Artshop & Studio dari Jogja yang dirintis Syahrizal Palevy.
“Sebenarnya terselenggara kegiatan ini awalnya dari pembicaraan seni grafis, akhirnya ada yang mengusulkan di suatu tempat. Ini menarik karena seni grafis memiliki karakter berbeda yang betul-betul dari karya seni lain,” kata Ketua Pelaksana Tarung Grafis Gusbarlian, Sabtu (14/5/2022) Lalu.
Tidak hanya menawarkan wacana perkembangan seni grafis Tanah Air, pameran ini juga menawarkan perpanjangan artistik dari seni grafis yang hadir melalui karya-karya yang ketat dalam konvensi seni grafis maupun yang keluar dari seni grafis tersebut ataupun expanded.
“Karena dia lekat banget dengan konvensi dan banyak banget aturan dalam konvensi dan teknis, saya pikir ini kesempatan buat seni rupa secara keseluruhan untuk melihat hal-hal mendasar tentang seni,” ungkapnya.
Karena karya itu berasal dari seniman Bali dan Yogyakarta, agar netral, akhirnya Kota Bandung dipilih sebagai penyelenggara.
“Satu supaya netral, terus sebenarnya kita ingin di Bandung sendiri ada pemicu untuk kawan-kawan di Bandung. Karena kan seniman grafis di Bandung itu tidak sebanyak di Bali atau di Yogyakarta, akhirnya pindah profesi jadi desainer. Kita ingin dengan mendatangkan seniman grafis dari Bali dan Bali Yogyakarta menggugah lagi pegrafis Bandung,” harapnya.

Sebanyak 95 karya seni grafis yang dihadirkan, selain dipamerkan, tapi juga dijual. Sebagian di antaranya juga akan dilelang.
“Di sini sendiri sudah dijual dan cukup banyak yang sudah laku dan di akhir tahun akan dilelang juga,” tuturnya.
Melalui pameran ini, Gusbarlian berharap, seni grafis bisa memberikan kontribusi pada karya seni umumnya. Harapannya bisa memberi kontribusi bagi seni rupa secara keseluruhan dan jadi alternatif yang bisa diperhatikan publik seni.
Hampir seluruh karya dari kubu Bali dikerjakan di Devfto. Hal itu menunjukkan sebagai pola produksi karya seni grafis hasil kolaborasi antara seniman dan master printer.
Sebagian besar seniman kubu Bali bukan pegrafis mandiri, kebanyakan dikenal sebagai pelukis atau multimedia. Kubu Yogyakarta berisi pasukan yang sebagian besar memang dikenal sebagai pegrafis.
Karya kubu Jogyakarta hadir sesuai dengan konvensi seni grafis maupun expanded. Beberapa mencetak karyanya tidak di kertas, melainkan pada kanvas. Ada yang menggunakan aluminium. Cukup banyak karya dengan ukuran yang besar, atau sangat kecil. Ada pula karya grafis instalasi.
Hal ini menarik, sebab kubu Bali yang banyak diisi para pelukis, justru menampilkan karya-karya cetak grafis konvensi. Sebaliknya, karya-karya pegrafis Yogyakarta dalam pameran ini sebagian justru merupakan karya expanded.
Pameran ini terselenggara dan dipicu dialog Devy dan Syahrizal bersama dengan kedua kuratornya yaitu Asmudjo J. Irianto dan Tisna Sanjaya mengenai perkembangan seni grafis. Hal ini kemudian disambut antusias Direktur ArtSociates yakni Andonowati. (Red./Annisa)
Discussion about this post