KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Massa buruh tiba di Gedung Sate, Kota Bandung untuk menggelar demonstrasi Pada Kamis (12/5/2022) massa buruh tiba sekitar pukul 13.00 WIB menggunakan tiga mobil komando dan ratusan sepeda motor.
“Hari ini adalah rangkaian May Day yang sebelumnya pernah dilakukan pada tanggal 22 (April) pra May Day, karena kita tidak memungkinkan menggelar tanggal 1 Mei karena bertepatan dengan hari raya (Lebaran),” kata Ketua DPD KSPSI Jabar Roy Jinto Ferianto kepada wartawan.
Dalam aksi ini, Roy berujar ada enam tuntutan yang dibawa massa, dari mulai gugatan PTUN tentang upah minimum hingga masalah buruh yang tidak dibayarkan THR-nya.
“Hari ini ada enam tuntutan, pertama adalah kita meminta PTUN Bandung untuk membatalkan SK Gubernur Jawa Barat mengenai upah minimum 2022 yang kemarin ditetapkan tidak naik,” ujarnya.
Roy mengungkapkan, pihkanya mengajukan gugatan di PTUN. Agendanya sudah sampai pada agenda keterangan ahli dari penggugat untuk meyakinkan hakim bahwa sejak putusan MK menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstusional bersyarat, maka seluruh peraturan perundang-undangan yang ada termasuk PP 36 yang menjadi dasar penetapan upah minimum itu tidak boleh digunakan dan harus menggunakan peraturan perundang-undangan yang lama PP 78.
“Kalau kita lihat PP 78, dalam penetapan upah minimum 2022, paling tidak seluruh kenaikan upah minimum, paling tidak 3,27 persen harus naik di seluruh Jawa Barat, tapi faktanya tidak naik,” ungkapnya.
“Kita minta SK itu dibatalkan dan hakim memerintahkan tergugat Gubernur untuk menerbitkan SK baru berdasarkan perundang-undangan PP No 78 atau berdasarkan rekomendasi bupati pada tanggal 26 November kemarin (2021). Yang jelas berdasarkan rekomendasi bupati kemarin ada yang 10 persen atau 11 persen, ada yang sampai 5 persen. Pada tanggal 29 kan Gubernur minta merevisi agar tidak ada kenaikan, kita minta agar rekomendasi tanggal 26 atau berdasarkan PP 78 kenaikannya rata-rata 3,27 persen,” jelasnya.
Gugatan kedua, buruh menolak gugatan APINDO. Karena APINDO mengajukan gugatan perkara Nomor 35 yaitu menggugat keputusan gubernur mengenai upah di atas satu tahun.
“Upah ini sudah berjalan di banyak perusahaan, ini minta dibatalkan yang dampaknya upah yang diberikan ditarik kembali. Kita menolak itu, karena kita menganggap bahwa upah kerja di atas satu tahun harus berbeda dengan upah minimum karena dalam undang-undang upah minimum hanya berlaku untuk pekerja 0 (bulan)-1 tahun,” tuturnya.
Selain itu, tuntutan lainnya, buruh menolak revisi Undang-undang 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang hari ini sedang dibahas di DPR RI.
“Kenapa kita menolak, putusan MK itu adalah memerintahkan agar merevisi Undang-Undang Cipta Kerja, karena tidak sesuai dengan Undang-undang 12. DPR malah merevisi Undang-undang 12 sesuai dengan Undang-undang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstusional, ini kita tolak,” paparnya.
“Kemudian kita menolak UU Cipta Kerja. Paling tidak adalah klaster ketenagakerjaan setelah putusan MK keluar,” tambahnya.
Buruh juga, menolak revisi Undang-undang No 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja serikat buruh yang bisa membatasi kebebasan buruh dalam berorganisasi.
“Hari ini DPR RI mengusulkan agar Undang-undang Serikat Pekerja Serikat Buruh itu direvisi. Kita tidak pernah terlibat, tidak pernah diajak dialog. Padahal Undang-undang tersebut berdampak kepada kami buruh dan organisasi buruh,” jelasnya.
“Ketika draftnya beredar, pembentukan serikat itu dipersulit. Nampaknya ini kami anggap bahwa ada untuk melemahkan serikat pekerja pasca Undang-undang Cipta Kerja. Jadi beruntun, dari hak buruh, kemudian kebebasan buruh semakin dipersulit dalam rezim ini,” tutur Roy.
Sehingga, pihaknya menuntut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan DPRD Jabar mengirim surat kepada DPR RI untuk merevisi aturan tersebut. Selain itu menurut Roy, posko pengaduan THR Disnaker Jabar mendapatkan 700 aduan lebih terkait pengusaha yang tidak membayarkan hak buruh.
“Terakhir adalah pengawasan THR. Hari ini data yang masuk ke posko pengaduan THR Disnaker ada 700 lebih tahun 2022 pekerja yang tidak dapatkan THR. Apa masalahnya, adalah penegakan hukum, ketika pemerintah tidak berani menegakan hukum sesuai perundang-undangan maka pelanggaran normatif soal upah dan THR terus berulang dan ini semakin masih terjadi di Jawa Barat, kita dorong kepada gubernur untuk berikan sanksi kepada pengusaha yang tidak bayar upah, tidak bayar upah sesuai upah minimum dan tidak bayar THR buruh,” pungkasnya. (Red./Annisa)
Discussion about this post