KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat (Jabar) mencatat sekitar 7.000 anak di Jawa Barat kehilangan orangtua karena Covid-19.
Jumlah tersebut diprediksi terus bertambah seiring proses verifikasi yang saat ini masih dilakukan.
“Ada sekitar 7.000-an anak yang kehilangan orangtua karena pandemi. Datanya masih terus diverifikasi,” ujar Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Jabar Atalia Praratya di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (27/9/2021).
Ia pun mengajak para dermawan untuk ikut memberi bantuan dan menjadi wali asuh khususnya bagi anak yatim piatu.
Karena itu, kata Atalia, Pemprov Jabar menggandeng sejumlah organisasi salah satunya Forum Zakat (FOZ) dan Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI) untuk membantu anak-anak tersebut.
“Prinsipnya semua bisa menjadi wali asuh tapi disesuaikan dengan kondisi keluarga. Intinya bagaimana orang-orang di sekeliling bisa membantu, tapi memang ada kasus di mana tetangganya tidak bisa membantu karena mereka juga sedang kesulitan,” kata Atalia.
Kepala Dinas Sosial Provinsi Jabar Dodo Suhendar mengatakan, dari sekitar 7.000 anak yang kehilangan orangtua, baru 2.500 anak yang akan mendapat bantuan uang tunai senilai Rp 300 ribu per orang.
Dinsos Jabar juga menyiapkan 2.500 pasang sepatu dan sembako dari berbagai lembaga kemanusiaan.
“Bantuannya jangka panjangnya seperti pendidikan. Bagi anak yang berprestasi ada program Jabar Future Leaders. Data yang kita terima kita asesmen berdasarkan kebutuhan. Karena misal ada anak yang berasal dari keluarga mampu, tetapi tetap dia butuh pendampingan dari psikolog. Ada yang ke pola asuh dan ekonomi dan keseluruhan,” kata Dodo.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jabar I Gusti Agung Kim Wiayata Oka memastikan, jumlah anak yang kehilangan orangtua akibat Covid-19 masih terus bertambah.
“Yang jelas anak harus mendapatkan pengasuhan yang baik, dinsos saat ini masih terus melakukan identifikasi karena kebutuhan dari anak-anak ini berbeda-beda, misal antara yang SD dengan SMA, ada kebutuhan yang spesifik,” jelas Agung. (Red./Annisa)
Discussion about this post