KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Kopti) Kota Bandung mengajak produsen tahu dan tempet di Bandung Raya untuk melakukan mogok produksi pada 1 sampai 3 Januari 2021 mendatang. Ajakan ini merupakan respons terhadap terus meroketnya harga kedelai yang menjadi bahan baku utama tahu dan tempe.
“Sebetulnya kita mengajak mogok ini sudah dijelaskan bukan untuk menurunkan harga kedelai, bukan hanya Kopti tapi perajin tahu dan tempe se-Bandung Raya di bawah koordinasi Kopti, dalam aksi ini kita sekaligus memberitahukan adanya penaikan harga hasil olahan yang dikelola perajin tempe dan tahu,” ujar Sekretaris Kopti Kota Bandung Ujang Barnas saat ditemui di kantornya, Rabu (30/12/2020).
Saat ini, harga kedelai yang didistribusikan Kopti Bandung ke 200-an perajin telah mencapai Rp 9.050 per kilogram. Harganya terus merangkak naik belakangan ini dari harga awal Rp 7.800 per kilogram. Biaya tersebut sudah termasuk biaya angkut, kemas dan penyusutan.
“Kalau di pasaran ada yang berbeda, tapi tidak terlalu jauh perbedaan harganya, kalau misalnya kedelai yang kualitasnya kurang bagus, ada juga yang dijual di bawah harga kopti, kalau kedelai jenis bola hampir sama harganya,” tuturnya.
Naiknya harga kedelai, ujar Barnas, tak sebanding dengan harga jual tahu atau tempe yang rata-rata dijual dengan harga Rp 5000 – Rp 7000 per bungkus, yang isinya 10 butir tahu.
“Berat bagi mereka, kalau terus begini ya mereka terus-terusan merugi, mereka (perajin) inginnya harga tahu tempe dinaikkan, sampai 10 – 30 persen, mereka mintanya itu. Makanya mogok ini tujuannya sekaligus memberitahukan konsumen akan kenaikan harga, karena harga kedelai naik,” ucapnya.
Barnas mengatakan, rata-rata para perajin tempe dan tahu mendukung rencana mogok produksi tersebut. “Dari awal mereka yang minta, katanya hayu demo lagi, kaya dulu. Mudah-mudahan perbaikan ke kita, kemarin ada manajer meeting dari Puskopti dan Gakoptindo, di Puskopti DKI Jakarta juga mau mogok juga,” katanya.
Ia mengharapkan pemerintah bisa menormalkan kembali situasi dan tata niaga kedelai di Indonesia, salah satunya dengan menggalakan swasembada kedelai. Pasalnya, saat ini kedelai yang digunakan oleh para perajin tahu dan tempe berasal dari impor.
“Sebenarnya kita ingin pakai kedelai lokal, hasilnya dan rasanya juga lebih enak. Tetapi ya, misalkan di Majalengka dan Subang menanam tapi produksinya tidak besar. Saat panen ya habis. (Red./Annisa)
Discussion about this post