KOTA BANDUNG, METROJABAR.ID- Kasus perbuatan pencabulan oleh oknum guru (pengajar) terhadap anak di bawah umur kembali terjadi. Perlakuan cabul kali ini menimpa beberapa murid perempuan di salahsatu Madrasah yang ada di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.
Kasus ini mencuat berdasarkan adanya aduan dari pihak keluarga (orangtua) korban kepada pihak Kepolisian Resort Bandung. Bahkan sudah ada dua laporan, tertanggal 8 Juni 2020 dan 24 Juli 2020.
Sultan al Fatih & Co Law Firm melalui Budi Rahman S.H., MH. selaku Kuasa hukum korban menyayangkan sampai hari ini pihak kepolisian melakukan penangguhan penahanan terhadap terduga pelaku (terlapor).
“Sebagai kuasa hukum korban sedikit kecewa karena pihak kepolisian belum melakukan penahanan terhadap (terduga) pelaku selama masa penyidikan. Dan itu tidak memberikan pemenuhan rasa keadilan dan bisa berdampak pada psikologis keluarga korban dan masyarakat dalam penanganan kasus ini,” jelas Budi Rahman, melalui sambungan seluler, Sabtu (1/8/2020).
Alasan yang diterimanya dari pihak kepolisian mengatakan bahwa terduga pelaku sudah ditahan namun ditangguhkan penahannannya karena beberapa alasan.
“Pelaku sudah pernah ditahan namun ditangguhkan karena alasan covid-19, diantaranya penuhnya ruang tahanan polres bandung karena banyak titipan tahanan dari kejaksaan dan kondisi tersangka sakit dan adanya surat penangguhan penahanan, ada penjamin,” kata Budi Rahman.
“Untuk mengawal kasus ini ditangani secara serius, saya nanti akan mempertanyakan sudah sejauh mana sp2hp (surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan) dari pihak kepolisian,” imbuhnya.
Dijelaskan Budi Rahman, dugaan perbuatan pencabulan dilakukan AS (52) oknum guru (pengajar) di salahsatu Madrasah di Pangalengan. Menurut keterangan korban sesuai isi laporan kepolisian yang pertama (8/6/2020), perbuatan cabul terjadi pada tanggal 3 Juni 2020, di lingkungan Sekolah tepatnya di kampung Sukamenak Dangdeur, desa Pangalengan.
Pada saat itu, kata Budi, terduga pelaku melakukan perbuatan cabul terhadap perempuan di bawah umur dengan cara mencium sebanyak 3 kali dan memeluk korban. Mengetahui hal tersebut dari anaknya (korban), Iran Suhaeri (41) orangtua korban akhirnya melaporkan perbuatan oknum guru yang juga sebagai guru (ustadz) di pesantren.
Setelah laporan pertama dari orangtua korban kepada pihak kepolisian, bermunculan murid lain yang akhirnya buka suara dan merasa menjadi korban pencabulan perbuatan pelaku.
“Tanggal 24 Juli (2020) kita buat laporan kepolisian yang kedua dari korban yang lain,” kata Budi.
Selain itu, untuk melindungi dan pemenuhan hak korban, Budi Rahman juga menggandeng LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), dan UPTD PPA Propinsi Jabar.
“Kita sudah mengajukan permohonan dan pertemuan dengan petugas (biro) LPSK dan PPA jabar, sehari sebelum melakukan pelaporan kedua (23/7/2020). Yang kita mintakan ke lpsk antara lain pemenuhan hak prosedural, bantuan psikologis dan psikososial dan restitusi,” pungkas Budi Rahman. (Red./Azay)
Discussion about this post